PANGKALPINANG,PERKARANEWS.COM-Kotawaringin salah satu pusat peradaban tua paling strategis di pesisir Barat Pulau Bangka, Kotawaringin, kembali mencuat ke permukaan! Bukan sekadar nama, Kotawaringin adalah saksi bisu jalinan peradaban, perang heroik, hingga misteri jejak bajak laut dari Kalimantan!
Dato’ Akhmad Elvian, DPMP, Sejarawan dan Budayawan penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia menegaskan, pada awal abad ke-17 Masehi, Kotawaringin telah menjadi penghubung vital antara Pulau Bangka dengan pusat-pusat peradaban di pantai Timur Sumatera, wilayah Nusantara lainnya, hingga ke Selat Malaka. Sebuah posisi geografis yang tak diragukan lagi sangat strategis.
Toponimi Kotawaringin sendiri, menurut Elvian, berasal dari nama generik “Kota” yang berarti benteng atau parit pertahanan, dan nama spesifik “Beringin” atau “Waringin” (Ficus benjamina), pohon endemik yang tumbuh di wilayah tersebut. Tak heran, sungai di dekat kota atau benteng itu pun lantas dinamai Sungai Kotawaringin.
“Tinggalan-tinggalan arkeologis yang tersisa di Kotawaringin sungguh mencengangkan,” ungkap Elvian. Di antaranya adalah makam kuno Hulubalang Alam Harimau Garang dari Kesultanan Minangkabau. Selain itu, ditemukan pula parit dan gundukan sisa penggalan kota tanah atau benteng tanah, yang mengindikasikan adanya struktur pertahanan kuno.
Yang lebih menghebohkan, temuan artefak terbaru adalah lunas kapal Panglima Syarah dari Kesultanan Johor, yang terpendam akibat sedimentasi di muka Berok Sungai Kotawaringin. Tinggalan arkeologis ini, diperkirakan berasal dari sekitar abad ke-17 Masehi!
Dato’ Akhmad Elvian menjelaskan, dua tokoh penting dari Kesultanan Johor dan Kesultanan Minangkabau ini datang ke Pulau Bangka bukan tanpa sebab.
“Mereka datang dalam rangka mengamankan wilayah perairan di sekitar Pulau Bangka dari ancaman bajak laut yang dipimpin oleh Raja Tidoeng,” beber Elvian.
Konon, pasukan bajak laut dari Tidoeng ini diduga berasal dari salah satu daerah dari Empat Muara Sungai Berau di Kalimantan. Sebuah narasi yang membuka babak baru dalam pemahaman kita tentang interaksi dan ancaman maritim di Nusantara pada masa lampau!
Kotawaringin bukan hanya pusat peradaban dan pertahanan, tetapi juga medan pertempuran heroik. Pada awal berkecamuknya perang rakyat Bangka melawan Pemerintah Kolonial Belanda yang dipimpin Depati Bahrin (1820-1828 Masehi), rakyat Kotawaringin tak gentar melawan! Dipimpin oleh Demang Singayudha dan Juragan Selan, mereka dengan gigih melakukan perlawanan terhadap pasukan Belanda dari Legiun Mangkunegaran.
Pertempuran sengit pun tak terhindarkan. Meski telah berjuang mati-matian, Kotawaringin akhirnya berhasil diduduki pasukan Belanda. Dan tragisnya, Demang Singayudha serta Juragan Selan, dua pahlawan yang memimpin perlawanan rakyat Kotawaringin, gugur di medan pertempuran. Sebuah pengorbanan luar biasa yang harus selalu dikenang.
Dato’ Akhmad Elvian, tak hanya memperkaya khazanah sejarah Bangka, tetapi juga menegaskan betapa pentingnya Kotawaringin sebagai simpul peradaban, pertahanan, dan perjuangan. Sebuah warisan tak ternilai yang kini terbuka, menanti untuk terus digali dan dihargai.(Yuko)