PANGKALPINANG,PERKARANEWS.COM – Sebuah fakta mengejutkan dari masa lalu pertambangan timah di Bangka Belitung kembali diungkap. Kesimpulan penelitian awal deposit timah di Pulau Belitung pada tahun 1850 yang menyatakan cadangannya sedikit, ternyata sebuah kekeliruan fatal yang diduga kuat melibatkan campur tangan spiritual para ‘dukun tanah’!
Menurut penuturan Dato’ Akhmad Elvian DPMP, sejarawan dan budayawan penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia, pada 17 September 1850, Residen Bangka mengutus Dr. I.H. Crooekerit untuk menyelidiki potensi timah di Pulau Belitung. Laporan Dr. Crooekerit yang menyatakan deposit bijih timah di Belitung minim, menjadi dasar bagi pemerintah Hindia Belanda untuk menyerahkan eksplorasi penambangan kepada pihak swasta, yaitu I. Loudon dan Baron Tuijl van Serooskerken, berdasarkan keputusan pemerintah tanggal 23 Juli 1851 Nomor 2.
Namun, di balik kesimpulan yang tergesa-gesa itu, tersimpan sebuah rahasia yang kini mulai terkuak. Dato’ Akhmad Elvian menjelaskan, bahwa deposit timah di area penelitian Dr. Crooekerit rupanya telah “dikopong” atau dinetralkan secara spiritual oleh para dukun tanah. Ini dilakukan bukan tanpa alasan, melainkan untuk menjaga kampung, hutan, dan tanah yang dilindungi dari eksploitasi penambangan oleh Belanda, demi kepentingan masyarakat adat.
“Kesimpulan penelitian Dr. I.H. Crooekerit yang menyatakan deposit timah di Pulau Belitung sedikit, ternyata salah,” tegas Dato’ Akhmad Elvian.
“Karena deposit timah di area penelitian telah dilakukan pengopongan oleh para dukun tanah, untuk menjaga kampung dan bagian-bagian hutan serta tanah yang dilindungi untuk kepentingan tertentu dan untuk kepentingan masyarakat dari eksplorasi atau penambangan Timah oleh Belanda.”tambahnya
Setelah pengelolaan pertimahan diserahkan kepada swasta, produksi timah di Belitung justru melonjak drastis. Catatan Heidhues (2008; 84-85) menunjukkan, pada tahun 1902, hampir seperempat produksi timah Belitung dilebur di Singapura dan dikenal luas di pasar dunia sebagai “Timah Selat”.
Meskipun perusahaan Billiton sempat menghadapi kesulitan keuangan pada tahun 1892, produksi timah Belitung dari tahun 1875 hingga 1891 secara mengejutkan meningkat hingga menyamai atau bahkan melampaui produksi timah Bangka. Ini terjadi meskipun luas wilayah Belitung kurang dari setengah wilayah Bangka dan produksi per orang penambang lebih tinggi dibandingkan di Bangka.
“Si adik mengancam melebihi kakaknya,” imbuh Dato’ Akhmad Elvian, merujuk pada performa Belitung yang impresif dibandingkan Bangka.
Hal ini semakin menguatkan dugaan bahwa laporan awal Dr. Crooekerit adalah sebuah kekeliruan besar, yang mungkin disebabkan oleh faktor-faktor non-teknis, termasuk upaya perlindungan spiritual oleh masyarakat adat.
Fakta ini membuka tabir baru mengenai sejarah pertimahan di Bangka Belitung, di mana bukan hanya aspek teknis dan ekonomi, tetapi juga dimensi spiritual dan kearifan lokal turut berperan dalam membentuk lanskap industri tambang di masa kolonial.(Yuko)