JEJAK HITAM KOLONIALISME. “Tuatunu”  Saksi Bisu Aksi Bumi Hangus Belanda untuk Redam Depati Amir

PANGKALPINANG, PERKARANEWS.COM – Sejarah kelam perlawanan rakyat Bangka di bawah kepemimpinan Depati Amir (1848-1851) kembali terkuak. Berdasarkan korespondensi militer Belanda, terungkap bahwa pasukan kolonial Belanda secara sengaja melakukan tindakan bumi hangus terhadap beberapa kampung di Pulau Bangka. Strategi keji ini dilakukan untuk memutus mata rantai perlawanan dan sumber logistik pasukan Depati Amir.

Dato’ Akhmad Elvian, DPMP, seorang Sejarawan dan Budayawan penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia, menegaskan adanya praktik pembakaran pemukiman tua ini.

“Tindakan pembakaran terhadap kampung-kampung di pulau Bangka dilakukan untuk memutus mata rantai dan sumber logistik pasukan Depati Amir,” ungkap Dato’ Elvian.

Salah satu kampung atau pemukiman tua di Bangka yang dibakar Belanda bahkan mendapatkan toponim baru yang menggambarkan peristiwa kelam tersebut. Tuatunu. Nama “Tuatunu” sendiri memiliki makna mendalam, dengan “tunu” yang berarti “dibakar” dalam bahasa lokal, menjadi penanda abadi kekejaman masa lalu.

Bacaan Lainnya

Selain Tuatunu, beberapa kampung lain yang turut menjadi korban aksi bumi hangus Belanda meliputi kampung Mendara, Mentandai, Depak, Ampang, Cepurak, dan Mancung.

Serangan Brutal di Mendara dan Mentadai
Puncak dari aksi bumi hangus ini terjadi pada 29 Desember 1848. Depati Amir, yang saat itu berkedudukan di Mendara dan Mentadai, diserang oleh sekitar 75 pasukan militer Belanda yang dipimpin oleh Letda van der Schriek. Akibat serangan brutal ini, kampung Mendara dan kampung Mentadai luluh lantak dibumihanguskan oleh pasukan kolonial.

Fakta mengerikan ini semakin diperkuat dengan temuan pada peta bersejarah. Setelah ditelusuri dalam Kaart van het Eiland Banka (cartographic material) yang dibuat oleh L. Ullman dan diterbitkan di Batavia Tahun 1856, atau peta yang dibuat setelah usainya perlawanan rakyat Bangka pada Tahun 1851, nama-nama kampung seperti Mendara, Mentadai, Depak, Ampang, Cepurak, dan bahkan Tuatunu, tidak tercantum lagi dalam peta Keresidenan Bangka. Hal ini menjadi bukti kuat bahwa kampung-kampung tersebut memang telah dimusnahkan oleh militer Belanda.

Menariknya, kampung Tuatunu kemudian dapat dilihat kembali pada peta selanjutnya, yaitu Kaart van Het Eiland Banka, J.W. Stemfoort, yang diterbitkan di ‘s-Gravenhage pada Tahun 1885. Kembalinya nama Tuatunu pada peta ini mengisyaratkan bahwa meskipun sempat dimusnahkan, kehidupan dan peradaban di sana kembali tumbuh, meskipun dengan bekas luka sejarah yang tak terlupakan.

Kisah ini menjadi pengingat penting akan perjuangan heroik rakyat Bangka melawan penjajah dan betapa brutalnya taktik yang digunakan kolonial Belanda untuk meredam semangat perlawanan.(Yuko)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *