PANGKALPINANG, PERKARANEWS.COM – Aksi solidaritas yang digelar oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Pangkalpinang untuk mendesak penghentian kriminalisasi terhadap dr. Ratna, Sp.A., diwarnai insiden kurang etis dan menghambat kerja jurnalistik. Salah seorang oknum dokter yang mengaku dari IDI Bangka Belitung (Babel), berinisasi Arif, dengan gaya yang disebut menyerupai ‘preman’ secara arogan mencoba menghalang-halangi awak media Perkaranews.com saat sedang mewawancarai Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Ketegangan terjadi ketika salah satu jurnalis Perkaranews.com mengajukan pertanyaan terkait kasus serupa yang sempat viral. Oknum dokter bernama Arif tersebut langsung maju dan secara intimidatif menyela wawancara, meminta agar kasus dr. Ratna tidak dihubungkan dengan kasus dokter jantung sebelumnya.
“Saya ingatkan Anda, saya dari IDI, jangan menyangkutkan kasus dokter Rana dengan dokter Suria. Jangan menjauh,” cetus oknum dokter tersebut dengan nada tinggi, sambil balik bertanya kepada jurnalis perihal jabatan dan keperluannya.
Sikap arogan dan menghalangi kerja media ini menuai sorotan serius, terutama mengingat tugas jurnalis dilindungi undang-undang dalam mencari dan menyiarkan informasi kepada publik.
Terlepas dari insiden tersebut, aksi solidaritas ini sejatinya menyuarakan kegelisahan mendalam di kalangan dokter anak. Perwakilan Pengurus Pusat IDAI yang diwawancarai mengungkapkan kejanggalan signifikan dalam proses hukum yang menjadikan dr. Ratna sebagai tersangka.
Menurutnya, rekomendasi yang berujung pada status tersangka dr. Ratna dikeluarkan tanpa melalui persidangan yang seharusnya.
“Dr. Ratna tidak ada kesempatan untuk melakukan pembelaan, menghadirkan saksi ahli dari IDAI. Itu tidak ada sama sekali. Tiba-tiba saja keluar rekomendasi dan kami pun tidak tahu rekomendasinya bunyinya apa gitu. Tahu-tahu rekomendasinya diberikan ke polisi dan Dr. Ratna menjadi tersangka,” tegasnya.
Pihaknya mempertanyakan proses yang terkesan tebang pilih, mengingat banyak dokter yang dipanggil, namun hanya dr. Ratna yang ditetapkan menjadi tersangka.
Kriminalisasi terhadap dokter ini, menurut IDAI, membawa dampak turunan yang jauh lebih berbahaya bagi kesehatan masyarakat, terutama anak-anak. Hal yang paling dikhawatirkan adalah munculnya praktik defensive medicine di kalangan dokter.
“Kalau ini seperti ini terus, apalagi di daerah-daerah yang dokter anaknya terbatas, dokter akan takut merawat pasien yang gawat. Dan yang kita takutkan adalah defensive medicine. Artinya dokter cari selamat sendiri, pasien gawat dia hindari. Ini sangat berbahaya bagi kesehatan anak maupun masyarakat seluruhnya di Indonesia,” jelasnya.
Dokter diingatkan bahwa upaya pengobatan adalah ikhtiar, bukan kontrak sembuh. Jika setiap pasien yang meninggal membuat dokter menjadi tersangka, maka dokter akan memilih untuk mengutamakan keselamatan diri sendiri dan menghindari penanganan kasus-kasus gawat.
“Dokter itu ikhtiar untuk mengobati. Dan tidak ada pernah dokter itu niat untuk membunuh pasien. Kita dididik menjadi dokter belasan tahun, tujuannya adalah untuk menyelamatkan pasien. Tapi bisa berhasil, bisa gagal. Karena yang menyembuhkan itu hak prerogatifnya Allah,” tutupnya.
Kasus dr. Ratna ini disebut menjadi pelajaran penting bagi seluruh pihak agar upaya penyelamatan pasien oleh dokter yang sudah berat tidak serta merta dikriminalisasi, apalagi jika proses rekomendasinya dinilai tidak sesuai prosedur hukum yang berlaku. (Yuko)













Website Scam Penipu Indonesia, situs porno situs scam