Miris! Spanduk Petani Landbouw Dicopot, Sengketa Lahan 113 Hektar Antara Rakyat dan Pemkab Makin Memanas

BANGKA BARAT, PERKARANEWS.COM – Nasib pilu menyelimuti para petani Landbouw di Kelurahan Kelapa, Kecamatan Kelapa, Kabupaten Bangka Barat. Harapan mereka untuk kembali mengelola lahan warisan turun-temurun seluas 113 hektar, kini kembali pupus dihantam tembok sengketa dengan Pemerintah Kabupaten Bangka Barat. Padahal, lahan strategis ini menyimpan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga puluhan miliar rupiah per tahun.

 

Rabu (30/7), semangat para petani sempat membuncah saat mereka memasang spanduk berisi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pangkalpinang. Putusan tersebut, disebut-sebut menjadi angin segar bagi petani, mencabut status aset Pemkab Bangka Barat atas lahan yang sebagian besar telah mereka kelola dan bayarkan PBB-nya sejak beberapa tahun silam.

 

Bacaan Lainnya

“Kami sudah turun-temurun mengelola lahan ini, bahkan sudah ada yang membayar pajak bumi bangunan sesuai surat iuran yang diterbitkan Kabupaten Bangka Barat,” ujar salah seorang petani dengan nada prihatin.

 

Namun, kegembiraan itu tak berlangsung lama. Sore harinya, spanduk-spanduk yang baru terpasang di beberapa titik lokasi sengketa, sudah ditemukan tercopot dan rusak diduga ulah oknum tak bertanggung jawab. Informasi yang beredar di kalangan petani, mencuatkan dugaan keterlibatan oknum dari Balai Pembibitan Dinas Pertanian Bangka Barat dalam aksi perusakan spanduk tersebut.

 

“Sungguh sangat malang perjuangan kami, sudah menjadi harapan tumpuan bagi kami untuk bisa kembali memiliki dan mengelola lahan yang kami kelola dari kakek buyut hingga anak cucu ini,” keluh petani lainnya.

 

Mereka merasa perjuangan yang sudah menjadi harapan besar ini justru harus kembali berhadapan dengan perlawanan dari Pemkab Bangka Barat, bahkan diwarnai intimidasi.

 

Lahan seluas 113 hektar ini bukan sekadar hamparan tanah biasa. Jika dikalkulasikan berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) saat ini sebesar Rp 27.000 per meter persegi, potensi PAD dari PBB yang bisa didapatkan Pemkab Bangka Barat dari lahan sengketa ini mencapai angka fantastis, yakni Rp 30.510.000.000 (Tiga Puluh Miliar Lima Ratus Sepuluh Juta Rupiah) per tahun, jika lahan tersebut dikelola oleh masyarakat.

“Bayangkan saja, jika lahan itu diberikan kelola kepada masyarakat dan pemerintah daerah bisa menerbitkan PBB, berapa miliar dari lahan 113 hektar itu,” ungkap seorang tokoh petani.

 

Sebagai perbandingan, jika tanah milik masyarakat seluas 15.000 meter persegi, PBB yang harus dibayar mencapai Rp 405.000.

Hingga berita ini diturunkan, masyarakat petani Landbouw masih menahan diri dan tidak ingin melakukan perbuatan anarkis atau mencari siapa dalang di balik penebangan spanduk putusan PTUN Pangkalpinang.

 

Mereka berharap, di momen Hari Kemerdekaan ini, seharusnya para petani dan masyarakat dapat bergandengan tangan dengan para pemangku kepentingan dan pemerintah daerah untuk membangun daerah menjadi lebih baik.

 

Namun, realitas yang dirasakan oleh petani Landbouw Kelurahan Kelapa, Kecamatan Kelapa, Bangka Barat, sungguh ironis. Di saat pemerintah daerah mati-matian ingin menguasai lahan yang telah mereka kelola selama ini, bahkan sebagian telah membayar iuran PBB yang nilainya tidak sedikit, perjuangan petani untuk mempertahankan hak-haknya justru terus terganjal.

 

Publik menanti respons dari pihak Pemkab Bangka Barat terkait insiden pencopotan spanduk dan kelanjutan sengketa lahan yang melibatkan hajat hidup ribuan petani ini. (Yuko)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *