JAKARTA, PERKARANEWS.COM — Mediasi perkara gugatan dugaan ijazah palsu SMA/sederajat milik Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (29/9/2025), secara berlangsung tertutup. Diketahui, pada persidangan sebelumnya, seorang warga bernama Subhan Palal menggugat Wapres Gibran dan KPU RI dengan nilai gugatan fantastis sebesar Rp125 triliun.
Perkara bernomor 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst, itu berfokus pada keabsahan ijazah SMA Gibran yang dinilai penggugat tidak sesuai dengan aturan hukum di Indonesia.
Usai mediasi, kuasa hukum tergugat Gibran, Dadan Herli Saputra, menegaskan bahwa langkah penggugat yang mengajukan resume hanyalah bagian dari prosedur hukum biasa dan tidak perlu diperdebatkan.
“Arti dari penggugat mengajukan resume, nanti akan kita ketik saja. Tidak apa-apa, memang itu merupakan suatu proses yang tidak ada perdebatan apapun,” ujar Dadan keoasa awak media.
Ia menambahkan bahwa pada prinsipnya seluruh dokumen dan pokok perkara sudah lengkap sesuai aturan hukum. Namun, ia mengakui ada beberapa pengecualian yang bisa diperhatikan.
“Ada tidak ada, kita semua sudah lengkap. Principal harus datang sesuai dengan Nomor 1 Tahun 2016, tetapi ada beberapa kecuali di sana. Walaupun tidak datang, ada beberapa hal yang bisa nanti dicermati,” tambahnya.
Sementara itu, penggugat Subhan Palal justru menilai jalannya mediasi hari ini tidak adil. Ia menegaskan bahwa mediator memutuskan penundaan karena prinsipal, yaitu tergugat 1 (Wapres Gibran) dan tergugat 2 (KPU RI), tidak hadir.
“Hari ini nggak adil, maka mediator memutuskan untuk ditunda sampai prinsipal yaitu tergugat 1 dan tergugat 2 hadir. Itu kata mediator. Kalau memang tidak hadir, ada empat alasan yang diatur,” ujar Subhan.
Subhan kemudian merinci alasan sah ketidakhadiran prinsipal, yakni kondisi kesehatan dengan surat dokter, berada di bawah pengampuan, tinggal di luar negeri, atau menjalankan tugas negara.
Lebih jauh, Subhan menegaskan bahwa kasus ini bukan perkara sederhana dan tidak bisa diselesaikan dengan damai.
“Saya berkali-kali menyatakan, karena ini adalah cacat bawaan. Bagaimana saya bisa damai, bukan saya yang harus berdamai. Satu-satunya jalan adalah mundur. Minggu depan, kalau prinsipal tidak hadir, jelas cacat ini akan terbukti,” tegasnya.
Ia bahkan menyebut cacat bawaan itu terkait aspek pendidikan yang merupakan syarat subjektif penting.
“Ini cacat bawaan di pendidikannya. Pendidikan itu syarat subjektif loh. Kalau itu bisa diselesaikan, ya jalannya sekolah lagi. Tapi undang-undang sudah cukup jelas mengatur, dan itu sudah cukup memenuhi,” pungkasnya.
Mediator akhirnya menjadwalkan ulang sidang mediasi pada pekan depan di hari yang sama. Penggugat diminta menyiapkan proposal perdamaian, meski Subhan menegaskan jalan damai bukanlah opsi dalam kasus ini. (Yuko)