JAKARTA, PERKARANEWS.COM — Winda Asriany bersama Kuasa Hukumnya melakukan audiensi resmi dengan Komisi Yudisial (KY). Kedatangan Winda kali ini guna menyampaikan laporan perkara perdata Nomor 11/Pdt.G/2024/PN Rta, yang diduga adanya pelanggaran kode etik oleh tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Rantau, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan. Pihak Winda sebagai pelapor di KY dalam audiensi diterima oleh Titi (kepala tenaga ahli) dan Very (ketua tim pemeriksaan kode etik), di Gedung KY, Jakarta Pusat, Senin (21/7/2025).
Frenky Siregar selaku Kuasa Hukum Winda kepada redaksi membeberkan bahwa laporan dugaan pelanggaran kode etik telah diterima. Namun masih terdapat kekurangan berupa transkrip dan rekaman audio persidangan. Dokumen ini penting untuk memastikan keabsahan pengaduan sebelum melakukan pemanggilan terhadap para hakim yang dilaporkan.
“KY tadi menyatakan bahwa akan memproses lebih lanjut laporan kami setelah transkrip dan rekaman kami serahkan, karena kata KY itu penting. Bahkan ahli dari KY yang merupakan mantan hakim senior, menyatakan terdapat indikasi kuat pelanggaran kode etik dalam penanganan perkara tersebut,” beber Frenky.
Frenky lebih lanjut menjelaskan, bahwa dalam proses persidangan perdata Dimana Winda sebagai pihak Tergugat, pihaknya tidak diberikan akses untuk memeriksa bukti-bukti dari pihak penggugat. Frenky menilai peristiwa tersebut tidak hanya melanggar prinsip keadilan, tetapi juga bertentangan dengan Hukum Acara Perdata, serta Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
“Selama persidangan kami tidak diberi kesempatan untuk melihat bukti-bukti asli dari pihak penggugat. Ini melanggar asas keadilan dan sangat tidak seimbang,” jelas Frenky.
Frenky juga mengatakan bahwa pihaknya melaporkan tiga nama hakim yang memutus perkara perdata pada 27 Maret 2025 lalu, yakni Achmad Iyud Nugraha, sebagai Ketua Majelis Hakim, serta Dwi Army Okik Arissandi dan Fachrun Nurrisya Aini sebagai Hakim Anggota, juga Mulyadi selaku Panitera Pengganti.
Sementara itu Winda, yang saat ini dirinya berstatus sebagai pemohon kasasi di tingkat MA, sangat mengapresiasi tanggapan dari KY, termasuk pengabulan permohonan pemantauan kasasi yang kini tengah diajukan ke Mahkamah Agung (MA).
“Semoga dengan pemantauan ini, kasasi saya bisa diputus secara objektif dan adil,” tegas Winda.
Winda juga menjelaskan bahwa undangan inzage dari PN Rantau tertanggal 17 Juli 2025, tetapi surat tersebut baru diterima di rumahnya pada 20 Juli 2025, dengan batas waktu hanya tujuh hari untuk hadir.
“Kontra memori kasasi masuk tanggal 1 Juli, tapi surat inzage saya justru baru dikirim 17 Juli. Ini jelas terlambat dan bertentangan dengan aturan mereka sendiri,” kata Winda sambil menunjukkan salinan cetak laman web PN Rantau.
Atas hal tersebut, Winda mengaku telah menerima saran dari KY agar tetap menghadiri proses inzage sebagai bentuk pengawasan pribadi terhadap kelengkapan dokumen perkara.
“Kami akan hadir ke PN Rantau dalam waktu dekat. Ini penting agar tidak ada dokumen bukti kami yang hilang atau tidak tercantum,” pungkasnya. (Yuko)