BANGKA BELITUNG,PERKARANEWS.COM – Sebuah prasasti jalan bertuliskan “Jembatan Buku KM. 1:26+347” di Sungai Buku, Pulau Bangka, mungkin tampak biasa di mata banyak orang. Namun, di balik penanda lokasi tersebut, tersembunyi rentetan sejarah kelam dan fakta menarik yang jarang terkuak ke permukaan. Sungai Buku, yang membentang antara Kampung Zed dan Kampung Puding, ternyata menjadi saksi bisu peristiwa berdarah pada 14 November 1819: pembunuhan Residen Bangka M.A.P. Smissaert!
Hal ini diungkapkan oleh Dato’ Akhmad Elvian, DPMP, seorang sejarawan dan budayawan terkemuka yang juga penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia.
“Sungai Buku adalah titik krusial dalam sejarah perlawanan rakyat Bangka,” tegas Dato’ Elvian kepada perkaranews.com baru-baru ini.
Kejadian tragis yang merenggut nyawa Smissaert bermula saat ia dalam perjalanan pulang menuju ibu kota keresidenan Bangka di Kota Mentok, usai melakukan pengawasan (inspeksi) di Distrik Pangkalpinang.
Data sejarah menunjukkan, M.A.P. Smissaert yang menjabat sebagai Residen Bangka antara Tahun 1817-1819, memang menghadapi masa sulit. Kepemimpinannya dikelilingi oleh ancaman perang dan gejolak akibat perlawanan sengit rakyat Bangka yang kala itu dipimpin oleh Depati Bahrin (Tahun 1818-1828).
Kematian Smissaert menjadi catatan kelam yang sangat menyedihkan. Ia dihabisi oleh Demang Singayudha dan Juragan Selan. Strategi penyerangan ini diatur secara matang oleh Batin Tikal atas perintah langsung dari Depati Bahrin. Usai tewasnya Smissaert, jasad Kepala Residen tersebut kemudian dibawa oleh Batin Tikal menghadap Sultan di Palembang.
Langkah ini menjadi bukti nyata dan tak terbantahkan bahwa rakyat Bangka benar-benar berjuang habis-habisan melawan penjajahan Belanda. Namun, Sungai Buku tidak hanya menyimpan jejak sejarah berdarah. Penelitian toponimi, ilmu tentang asal-usul nama tempat, mengungkapkan fakta menarik lainnya.
Nama “Sungai Buku” ternyata berasal dari nama spesifik Kera Buku (Macaca sp). Kera ini dikenal dengan ciri khas tubuhnya yang berukuran kecil dan merupakan bagian dari keluarga Monyet Dunia Lama (Cercopithecidae). Yang lebih menarik, Kera Buka ini diketahui banyak hidup di ekosistem hutan mangrove dan rawa.
Persebaran luasnya di kawasan mangrove dan rawa di Pulau Bangka dan Pulau Lepar turut menjadi dasar penamaan lokasi ini. Jadi, selain menjadi saksi bisu kisah heroik perlawanan rakyat Bangka terhadap penjajah, Sungai Buku juga merupakan rumah bagi satwa endemik yang memperkaya keanekaragaman hayati Bangka Belitung.
Sejarah kelam yang penuh perjuangan serta kekayaan alam yang tersembunyi di balik nama “Sungai Buku” ini menjadi bukti nyata bahwa setiap jengkal wilayah di Bangka Belitung memiliki cerita mendalam dan keunikan tersendiri yang patut terus digali dan dilestarikan.(Yuko)