Polemik Kenaikan Tarif Masuk Pantai Pasir Padi, DPRD dan Pemkot Pangkalpinang Berbeda Pendapat

PANGKALPINANG,PERKARANEWS-Pantai Pasir Padi, salah satu destinasi wisata populer di Pangkalpinang, kembali menjadi sorotan publik. Rencana kenaikan tarif masuk dari Rp2.000 menjadi Rp4.000 per orang yang telah disahkan melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024, menuai pro dan kontra. Meskipun Perda telah disahkan, implementasinya tertunda hingga Maret 2025. Lantas, apa yang sebenarnya terjadi?


Dalam upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pemerintah Kota (Pemkot) Pangkalpinang berencana menerapkan tarif masuk baru di Pantai Pasir Padi. Namun, keputusan ini mendapat sorotan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pangkalpinang.

Meskipun DPRD telah menyetujui Perda tersebut, namun pelaksanaan di lapangan masih terganjal. Ketua Komisi II DPRD Pangkalpinang, M. Iqbal, awalnya enggan memberikan penjelasan terkait penundaan ini. Namun, Wakil Ketua I DPRD Pangkalpinang, Bangun Jaya, memberikan klarifikasi bahwa tidak ada pihak yang melarang pelaksanaan Perda tersebut.

“Siapa yang ngelarangnya, apalagi sudah ada Perdanya,”tegas ketua DPC Partai Gerindra Pangkalpinang. Selasa,(7/1)

Bacaan Lainnya


Pj Wali Kota Pangkalpinang, Budi Utama, menegaskan bahwa Perda ini harus dilaksanakan karena telah disahkan.

“Pendapatan dari tarif masuk akan digunakan untuk pengembangan fasilitas di pantai tersebut. Namun, mengingat situasi politik saat itu, pelaksanaan Perda ditunda hingga Maret 2025,”ungkapnya


Polemik kenaikan tarif masuk Pantai Pasir Padi menyoroti pentingnya komunikasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat.

“Tarif masuk Rp. 4000/orang sudah diatur di Perda tersebut, tapi dengan membayar senilai angka tersebut para pengunjung sudah bisa menikmati semua fasilitas yang ada secara cuma-cuma atau gratis, baik itu toilet, kamar bilas, tempat duduk dan juga arena bermain yang telah dibangun oleh pemerintah sebagai penujang kawasan wisata pantai pasir padi serta bagi nelayan, perkerja dan pelaku usaha yang ada dilokasi tersebut digratiskan,”jelas Budi Utama

Meskipun tujuan kenaikan tarif adalah untuk meningkatkan fasilitas dan pendapatan daerah, namun sosialisasi yang kurang optimal dapat menimbulkan penolakan dari masyarakat.(Yuko)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *