Sewa Kios Pasar Desa Baturusa Diduga Berbau Pungli, Karena Tidak Ada Perdes Yang Mengatur

PANGKALPINANG, PN-COM – Sewa kios pasar Desa Baturusa Kab Bangka yang selama ini boleh dibilang berbau pungli pasalnya karena memang tidak adanya Peraturan Desa (Perdes), pungutan yang sudah berjalan kurang lebih dari tahun 2015 hingga sekarang ini bervariatif setiap pedagang dipungut mulai dari 1.000.000 hingga 2.880.000 per tahun tergantung ukuran kios.

Hanya bermodalkan kwitansi tanpa dibubuhi stempel resmi baik dari Pemerintah Desa Baturusa maupun Kabupaten Bangka seorang juru pungut dengan bebas berkeliaran meminta uang sewa kios di pasar Desa Baturusa.

Salah seorang penyewa kios JJ di pasar Desa Baturusa kepada wartawan mengatakan (03/01) bahwa kami kami diwajibkan untuk membayar sewa kios untuk tahun 2021 per tahun di kenakan biaya sewa sebesar Rp. 2.800.000 tetapi saya bayar per enam bulan sebesar Rp. 1.440.000.

Hal senada diungkapan (04/01) oleh salah seorang penyewa ruko atau kios yang biasa di panggil Ace bahwa setiap tahunnya pungutan sewa kios di pasar desa Baturusa berubah-ubah dan terus naik.

Bacaan Lainnya

“Sudah hampir belasan tahun saya menepati ruko di pasar Baturusa ini tepatnya tahun berapa saya sudah lupa, dari harga sewa pertahun Rp. 800.000 sampai sekarang sudah mencapai Rp. 2.880.000 sekarang ini”, ujar Ace.

Saat dikonfirmasi oleh wartawan terkait Peraturan Desa (Perdes) yang mengatur pungutan sewa ruko pasar Baturusa melaui telp WhatsApp nya (04/01) Kepala Desa (Kades) Baturusa Junaidi berkelit, untuk masalah ini silahkan ditanya pada kades yang lama karena saya baru sebagai kades di Desa Baturusa.

“Kalau untuk pungutan tahun sebelum nya silahkan tanyakan kepada kades yang lama karena saya kades baru disini, untuk tahun ini kami sudah mempunyai perdes untuk pungutan sewa kios di pasar Baturusa “, kilah Junaidi.

Di lain tempat Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Bambang kepada wartawan mengatakan (03/01) permasalahan pungutan pasar Baturusa telah membuat pengaduan ke Inspektorat Kab Bangka terkait pelaporan pertanggungjawaban pungutan sewa kios dipasar Baturusa.

Lewat dinding WhatsApp nya Bambang juga menambahkan sejauh yang diketahui tentang Pasar Kelapa Cabang 7 Baturusa yaitu sejak menjadi anggota BPD pasar tersebut dikelola oleh pemerintah desa pada tahun 2020 dengan penerimaan yang dituangkan dalam APBDes th 2020 kalo gak salah pada tahun anggaran Pendapatan kisaran 60-an jt dan kami tidak tau berapa aset pasar pada saat itu.

“Satu keanehan buat saya mengapa saat saya menanyakan kepihak Pemerintah Desa (Pemdes) terkait pelaporan pertanggungjawaban pungutan sewa ruko atau kios pihak pemdes malah menjawab BPD tidak boleh tahu karena bukan auditor, maka kami membuat pengaduan beberapa bulan lalu sekitar di bulan April 2021 ke Inspektorat Kab Bangka untuk memeriksa pendapatan pasar namun hasil pemeriksaan mengecewakan, ujar Bambang.

Informasi berikutnya menyatakan, Kepala Inspektorat Kabupaten Bangka Darius saat dikonfirmasi diruang kerjanya (03/01) mengatakan bahwa karena belum adanya dasar hukum pasar itu dan pasar itupun secara landasan kepemilikan nya pun belum jelas karena belum masuk asset desa.

“Kami menyarankan agar diurus ke Kabupaten agar pasar itu menjadi asset Desa karena ada sebagian bangunan pasar itu yang dibangun oleh Pemerintah Kabupaten (Pemda) Kabupaten Bangka, kami telah memberikan saran untuk merapihkan administrasi itu” tambah Darius.

Darius menyebutkan, di sisi lain pungutan-pungutan itu sudah ada dari pasar itu berdiri sementara Perdes yang mengatur belum ada, seharusnya belum ada pungutan karena belum adanya Perdes walaupun memang hasil pungutan itu penggunaannya jelas. Dan Inspektorat hanya menerima pelaporan pertanggungjawaban di tahun 2020 sampai dengan 2021 untuk tahun sebelumnya pihaknya tidak tahu.

Terkaitnya adanya pengaduan, lanjutnya, Darius telah melakukan audit dan pemeriksaan terkait penggunaan dana pungutan sewa ruko pasar Baturusa bentuk pembinaan mendorong pemerintah desa untuk merapihkan administrasi pasar. “Boleh dikatakan pasar Baturusa itu secara De Facto memang asset Desa tapi secara De Yure belum menjadi asset Desa,” tutup Darius. (Ald0)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *