JAKARTA, PERKARANEWS.COM — Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat kembali menggelar sidang putusan, kepada tiga hakim, yang terseret kasus dugaan suap terkait pemberian vonis lepas (ontslag) terhadap tiga korporasi dalam kasus ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada Januari–April 2022. Sidang yang berlangsung pada Rabu (3/12/2025) itu menghadirkan agenda pembacaan putusan terhadap tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat: Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom.
Dalam amar putusannya, Ketua Majelis Hakim Effendi, SH., MH., menyatakan bahwa ketiga hakim tersebut terbukti menerima suap dari pihak korporasi untuk memengaruhi putusan perkara.
Putusan Majelis Hakim
1. Djuyamto
Majelis hakim menjatuhkan pidana lebih rendah dari tuntutan jaksa, yakni:
Pidana penjara: 11 tahun, denda Rp500 juta, subsider 6 bulan kurungan, serta dibebankan membayar uang pengganti: Rp9,2 miliar (disesuaikan dengan nilai suap yang belum dikembalikan)
“Mengadili, menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 11 tahun dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan penjara,” ujar Hakim Ketua Effendi saat membacakan amar putusan.
Hakim menyatakan Djuyamto terbukti menerima suap sekitar Rp9,2 miliar terkait penanganan perkara korporasi CPO yang sebelumnya mendapat vonis lepas.
2. Agam Syarif Baharudin
Pidana penjara: 11 tahun, denda: Rp500 juta, subsider 6 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti sebesar Rp6,4 miliar. Agam disebut menerima suap melalui skema yang sama sebagaimana dakwaan jaksa.
3. Ali Muhtarom
Pidana penjara: 11 tahun, denda: Rp500 juta, subsider 6 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti sebesar Rp6,4 miliar.
Keduanya juga dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sesuai jumlah uang suap yang diterima.
Hakim Effendi menjelaskan bahwa ketiga terdakwa melanggar. Selain menerima suap, para hakim dinilai tidak melaporkan upaya suap tersebut kepada Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA), yang menurut majelis merupakan pelanggaran serius terhadap integritas lembaga peradilan.
“Para terdakwa terbukti menerima suap dan tidak melaporkan upaya suap tersebut kepada Bawas MA. Hal ini bertentangan dengan kewajiban sebagai hakim yang harus menjaga integritas dan independensi,” tegas Effendi.
Dalam persidangan terungkap bahwa para terdakwa telah mengembalikan sebagian uang suap. Oleh karena itu, penetapan uang pengganti disesuaikan dengan jumlah dana yang masih belum atau tidak dapat dikembalikan.
“Besaran uang pengganti akan menyesuaikan jumlah uang yang belum atau tidak bisa dibayarkan terdakwa,” jelas hakim anggota dalam pembacaan putusan.
Kasus ini menyeret para hakim dalam dugaan pemberian vonis lepas terhadap tiga korporasi CPO pada 2022. Ketiganya dinilai menerima suap untuk memengaruhi putusan persidangan, sehingga tiga perusahaan tersebut terbebas dari jeratan hukum.
Diketahui sebelumnya, pada sidang dengan agenda tuntutan JPU, para terdakwa dituntut, dengan rincian tuntutan pidana, sebagai berikut:
Djuyamto, dituntut pidana penjara selama 12 tahun, denda: Rp500 juta, subsider 6 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti: Rp9,5 miliar, subsider 5 tahun penjara.
Agam Syarif Baharudin, dituntut pidana penjara selama 12 tahun, denda sebesar Rp500 juta, subsider 6 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti: Rp6,2 miliar, subsider 5 tahun penjara.
Ali Muhtarom dituntut pidana penjara: 12 tahun, denda sebesar Rp500 juta, subsider 6 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti Rp6,2 miliar, subsider 5 tahun penjara. (AR)












