BANGKA TENGAH, PERKARANEWS.COM – Ibarat pepatah “lepas dari mulut harimau, masuk ke mulut buaya”, itulah yang dirasakan masyarakat di lingkungan Marbuk, Kenari, dan sekitarnya. Belum kering keringat warga usai konflik panjang pertambangan yang baru saja mereda pada 17 November 2025 lalu, kini bara api keresahan kembali tersulut.
Pantauan tim di lapangan pada Rabu (24/12/2025), sebuah bangunan gudang raksasa berdiri tegak di atas tanah reklamasi lingkar Marbuk-Kenari. Bangunan yang diduga kuat liar dan ilegal ini disebut-sebut milik pengusaha bermodal besar berinisial AC dan BT, yang kini menjadi buah bibir sekaligus duri dalam daging bagi masyarakat lokal.
Munculnya gudang di lahan sengketa ini memicu pertanyaan besar terkait komitmen PT Timah Tbk dalam menjaga aset negara dan rasa keadilan bagi rakyat kecil. Masyarakat merasa dikhianati oleh sistem yang seolah-olah “tajam ke bawah, tumpul ke atas”.
“Kami merasa aneh dan kecewa. Ketika masyarakat kecil ingin mengelola lahan tersebut untuk menyambung hidup, selalu dibenturkan dengan aturan, dilarang, bahkan diproses hukum. Tapi kenapa bagi mereka yang bermodal besar, begitu mudah menguasai lahan reklamasi? Di mana keadilannya?” ujar salah satu warga dengan nada getir.
Tanah reklamasi Marbuk-Kenari seharusnya menjadi kawasan yang diproteksi atau dikelola sesuai regulasi lingkungan hidup, bukan justru dikapling secara sepihak oleh oknum pengusaha untuk kepentingan komersial pribadi. Keberadaan gudang ilegal ini memicu spekulasi adanya “main mata” antara pemilik modal dengan pihak-pihak terkait.
Hingga berita ini diturunkan, masyarakat mendesak agar PT Timah Tbk memberikan klarifikasi tegas terkait status lahan tersebut. Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah segera melakukan penertiban terhadap bangunan yang tidak memiliki IMB/PBG tersebut dan Aparat Penegak Hukum menyelidiki dugaan penyerobotan lahan negara.
Keresahan warga Marbuk-Kenari bukan tanpa alasan. Jika gudang ilegal ini dibiarkan berdiri tanpa tersentuh hukum, maka preseden buruk akan tercipta: bahwa hukum bisa dibeli dengan modal besar.
Masyarakat berharap ada transparansi dan langkah nyata dari pihak berwenang. Jangan sampai konflik sosial kembali meledak hanya karena pembiaran terhadap aktivitas ilegal yang dilakukan oleh segelintir orang di atas penderitaan rakyat banyak. (Red)












