JAKARTA, PERKARANEWS.COM – Penasihat hukum terdakwa Danny Praditya, FX L. Michael Shah, menyampaikan keberatan keras atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) antara PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dan Isargas/IAE. Ia menilai tuntutan jaksa sarat kesimpulan yang tidak berdasar serta bertentangan dengan fakta-fakta yang terungkap selama persidangan.
“Kami keberatan karena tuntutan jaksa penuh dengan kesimpulan yang menurut saya mengada-ada,” ujar Michael Shah kepada wartawan usai sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (22/12/2025).
Michael menjelaskan, sejak awal jaksa mendalilkan bahwa transaksi antara PGN dan Isargas bukan merupakan transaksi jual beli gas yang sah. Namun, dalam persidangan justru terungkap bahwa perjanjian jual beli gas tersebut nyata dan memiliki dasar hukum yang jelas.
“Awalnya jaksa bilang ini bukan jual beli gas. Tapi di persidangan terbukti bahwa perjanjian jual beli gas itu real. Ketika argumen itu runtuh, narasinya diputar menjadi pinjam-meminjam uang yang dibayar pakai gas. Ini membuat kami justru bingung,” tegasnya.
Menurut Michael, tidak masuk akal apabila direksi PGN sebagai badan usaha milik negara (BUMN) besar tidak memahami anggaran dasar perusahaan, lalu melakukan perjanjian pinjam-meminjam yang tidak sesuai dengan karakter dan kegiatan usaha PGN.
“Tidak mungkin direksi PGN yang sudah menjabat bertahun-tahun tidak paham anggaran dasarnya. PGN bukan perusahaan pembiayaan atau pemberi pinjaman. Keputusan itu diambil setelah rapat dan konsultasi, jadi tidak mengada-ada,” katanya.
Ia juga menyoroti sikap jaksa yang pada akhirnya mengakui bahwa transaksi tersebut merupakan jual beli gas dengan mekanisme advance payment. Michael menegaskan, pembayaran di muka dalam praktik bisnis merupakan hal yang lazim dan tidak dilarang oleh undang-undang.
“Advance payment itu tidak dilarang. Ini bagian dari asas kebebasan berkontrak. Bahkan ahli juga menyebutkan bahwa pemberian uang muka dalam transaksi adalah hal biasa,” ujarnya.
Lebih lanjut, Michael menilai tuduhan jaksa yang menyamakan transaksi jual beli gas dengan pembayaran utang memiliki implikasi serius, khususnya terhadap kredibilitas laporan keuangan PGN sebagai perusahaan terbuka.
“Kalau jaksa bilang ini sebenarnya utang yang dibayar pakai gas, artinya laporan keuangan PGN yang mencatat transaksi ini sebagai jual beli gas dianggap bohong. Bayangkan dampaknya, laporan keuangan BUMN Tbk disusun oleh akuntan publik dan konsultan independen, bukan internal PGN saja,” tegasnya.
Michael juga menanyakan jaksa untuk membuktikan tuduhan tersebut dengan menunjukkan adanya perjanjian utang piutang antara PGN dan Isargas.
“Saya tanya, ada tidak satu dokumen pun perjanjian utang piutang? Dari awal sampai akhir sidang, tidak pernah ada. Kalau itu utang, di mana perjanjiannya dan di mana diatur cara pembayarannya?” katanya.
Selain itu, ia mengungkap fakta penting terkait pencatatan transaksi dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PGN tahun 2019 yang, menurutnya, tidak dihadirkan jaksa dalam persidangan.
“Jaksa bilang transaksi ini tidak tercatat di RKAP 2017 dan 2018. Tapi saya punya buktinya, di RKAP 2019 transaksi jual beli gas ini tercatat. Saat gas mulai mengalir, jual belinya dicatat,” ungkapnya.
Ia menjelaskan bahwa mekanisme penyusunan RKAP dilakukan satu tahun sebelumnya, sehingga transaksi yang baru terjadi pada November 2017 memang belum mungkin tercantum dalam RKAP 2018.
“RKAP 2018 disusun dan disahkan pertengahan 2017, sementara perjanjian ini baru November 2017. Jadi wajar kalau masuknya di RKAP 2019, dan itu ada buktinya,” pungkas Michael Shah.
Dalam perkara ini, JPU menuntut Iswan Ibrahim, Komisaris IAE periode 2006–2023, dengan pidana 7 tahun penjara, denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti sebesar USD 3,33 juta subsider 3 tahun penjara. Sementara terdakwa Danny Praditya, Direktur Komersial PGN periode 2016–2019, dituntut pidana 7 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan penjara.
Persidangan perkara dugaan korupsi PJBG PGN–Isargas ini terdaftar dengan nomor 86/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst. Kedua terdakwa didakwa terkait dugaan penyimpangan pembayaran uang muka (advance payment) senilai USD 15 juta, dengan sangkaan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (AR)












