PANGKALPINANG, PERKARANEWS.COM – Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang digagas oleh PT Thorcon Power Indonesia di Bangka Belitung (Babel) kembali menjadi sorotan tajam. Pasalnya, setelah bertahun-tahun wacana ini bergulir, kemajuannya dinilai mandek dan kini berhadapan langsung dengan penolakan keras dari masyarakat lokal.
Direktur Operasi PT Thorcon Power Indonesia, Dhita Ashari, usai audiensi dengan DPRD Babel dan Masyarakat Beriga, Kecamatan Lubuk Besar, Bangka Tengah, pada Senin (10/11), tak menampik lambatnya progres pembangunan.
“Sudah bertahun-tahun nih PT Thorcon Power Indonesia ini belum juga selesai terkait pembangunannya ya,” ujar Dhita Ashari, mengulang pertanyaan yang sering dilontarkan publik.
Dhita menjelaskan bahwa kendala utama selama ini adalah ketidakpastian regulasi. Namun, ia mengklaim situasi mulai terang benderang setelah tahun 2025.
“Kalau dari sisi permasalahan sih kita tetap ini ya, kemarin-kemarin regulasi kita kan belum berbunyi secara pasti terkait PLTN mau dibangun di mana. Tapi semenjak di tahun 2025 RUKN dan PTL sudah secara resmi mengumumkan bahwa PLTN dapat dibangun di Sumatera Bangka atau di Kalimantan Barat dengan kapasitas 250,” terangnya.
Saat ini, PT Thorcon mengaku sudah mengantongi Izin Evaluasi Tapak—tahap awal kajian. Tapak yang disepakati untuk kajian saat ini adalah Pulau Gelasa.
“Kita sudah mengajukan bahwa Kelasa itu untuk dijadikan tapak. Dan mereka sudah setuju dan sudah dikomunikasikan dengan pemerintah pusat juga, bahwa Kelasa akan menjadi titik lokasi opportunity dibangunnya PLTN,” tegasnya.
Poin paling krusial adalah gelombang penolakan dari masyarakat. Menjawab kerasnya komplain warga, Dhita mengakui adanya kegagalan komunikasi yang masif.
“Betul, ini kami harus akui dan pembelajaran bagi kami, kami akan ke depannya melakukan edukasi sosialisasi itu secara lebih masif dan transparan kepada masyarakat,” katanya.
Menurutnya, informasi yang tidak utuh mengenai PLTN—yang dinilai berisiko tinggi—menjadi pemicu penolakan. Warga merasa “kok Thorcon tiba-tiba mau bangun segala macam,” yang disebabkan oleh minimnya transparansi dan edukasi dari pihak perusahaan.
Lantas, bagaimana nasib proyek ini jika masyarakat Pulau Gelasa bulat menolak? Jawaban Dhita Ashari cukup mengejutkan.
“Ya tentu kami menghormati pendapat masyarakat, kami tidak akan, Thorcon itu tidak mau juga ada pergesekan dengan masyarakat tentunya jika memang ditolak ya akan kami pikirkan kembali, kita tidak akan kita lanjutkan,” tegasnya.
Ia juga menyinggung opsi relokasi, yang sempat diwacanakan saat mantan kepala BOK berkuasa.
“Kemarin kan zaman Pak Bok rencanakan akan dipindahkan ke Kalimantan. Kalau Babel nggak mau terima, kami pindah ke Kalimantan. Mungkin itu bisa jadi,” tutupnya, memberikan sinyal keras bahwa proyek ambisius ini bisa saja angkat kaki dari Bangka Belitung. (Yuko)












