JAKARTA, PERKARANEWS.COM — Sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana korupsi kerja sama jual beli gas antara PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dan PT Inti Alasindo Energy (IAE)/Isar Gas kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025). Sidang dengan nomor perkara 86/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst ini menghadirkan saksi utama Nusantara Suyono, Direktur Keuangan PGN periode 2017–2018.
Perkara ini bermula dari dugaan penyimpangan dalam pembayaran uang muka (advance payment) sebesar USD 15 juta dari PGN kepada PT Isar Gas (IG), dalam rangka kerja sama jual-beli gas. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai transaksi tersebut menyalahi prinsip keuangan korporasi dan berpotensi menimbulkan kerugian negara.
Dua nama menjadi terdakwa dalam perkara ini, yakni Iswan Ibrahim, Komisaris PT IAE periode 2006–2023, dan Danny Praditya, Direktur Komersial PGN periode 2016–2019. Keduanya dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam persidangan, saksi Nusantara Suyono menjelaskan bahwa setiap transaksi pembelian gas di PGN telah melalui mekanisme dan prosedur resmi sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) serta mendapat persetujuan Direksi.
Ia juga menegaskan bahwa pembayaran sebesar USD 15 juta tersebut dicatat sebagai “advance payment” atau uang muka pembelian gas, bukan pelunasan utang pihak lain.
“Pembayaran ini merupakan bagian dari kontrak jual beli gas, bukan untuk akuisisi atau membayar utang perusahaan lain,” ujarnya dalam sidang.
Suyono menambahkan, keputusan Direksi untuk melanjutkan kerja sama dengan Isar Gas didasari pada analisis risiko bisnis dan kebutuhan pasokan gas nasional yang mendesak pada 2017, serta telah melalui rapat dan keputusan kolektif Direksi.
Usai persidangan, Kuasa Hukum terdakwa Danny Praditya, FX L. Michael Shah, SH, menegaskan bahwa kesaksian saksi justru memperkuat posisi kliennya.
Menurutnya, transaksi antara PGN dan Isar Gas merupakan kerja sama bisnis sah (business to business/B2B), bukan pemberian pinjaman atau skema ilegal.
“Transaksi ini adalah murni jual-beli gas antar dua entitas bisnis. Advance payment bukan hutang, tapi mekanisme pembayaran di muka yang lazim dalam industri gas,” ujar FX Michael Shah kepada wartawan usai sidang.
Ia menegaskan bahwa seluruh proses transaksi telah melalui rapat dan persetujuan Direksi PGN secara kolektif.
“Seluruh risiko, baik legal maupun bisnis, sudah dibahas dan disetujui secara bulat oleh Direksi. Tidak ada keputusan sepihak dari Pak Danny,” imbuhnya.
Menanggapi pertanyaan jaksa soal kondisi keuangan Isar Gas yang dianggap tidak sehat, Michael menilai hal itu tidak relevan.
“Yang menjadi tolak ukur dalam kontrak gas adalah ketersediaan dan kepemilikan gas, bukan laporan keuangannya. Selama Isar Gas punya gas untuk dijual, transaksi sah secara bisnis,” tegasnya.
Michael juga menyoroti bahwa keputusan Direksi PGN pada 2017 didorong oleh kondisi pasar gas yang ketat dan kebutuhan menjaga pelanggan.
“PGN saat itu menghadapi risiko kehilangan konsumen dan kekurangan pasokan gas. Isar Gas menawarkan harga USD 7,04 per MMBTU, lebih murah dari rata-rata pasar USD 8,2. Ini justru menguntungkan negara,” jelasnya.
Lebih lanjut, Michael menjelaskan bahwa kontrak kerja sama berdurasi enam tahun tersebut adalah hal yang wajar di sektor energi karena infrastruktur dan pasokan memerlukan waktu persiapan.
“Dalam bisnis gas, tidak mungkin membangun pipa dulu baru cari gasnya. Semua berjalan paralel. Jadi, enam tahun itu waktu yang logis,” katanya.
Ia menambahkan bahwa kegagalan realisasi pasokan gas bukanlah kesalahan Direksi PGN yang lama, melainkan akibat perubahan kebijakan dan perizinan di Kementerian ESDM setelah pergantian manajemen.
“Keputusan final baru diambil pada 2021, saat para Direksi lama sudah tidak menjabat. Jadi, tanggung jawab itu di luar kewenangan klien kami,” tegasnya.
Lebih lanjut, FX Michael Shah menegaskan tidak ada niat jahat (mens rea) maupun unsur melawan hukum dalam keputusan bisnis tersebut.
“Kalau kita menilai dengan kacamata hari ini, mungkin tampak keliru. Tapi lihatlah situasi saat itu: pasokan gas terbatas, pelanggan terancam pindah, dan keputusan diambil untuk menjaga kepentingan negara. Ini murni keputusan bisnis, bukan korupsi,” pungkasnya. (Yuko)













eco tours Sophie L. Our guide Ayşe was the best! She explained everything about Turkish history with passion. https://cxda.ae/bodrums-coastal-bliss-discover-with-turkey-tour-packages/
10 facts about russia Grace E. Jeep safari in Cappadocia was so much fun! Our driver even stopped for photos. https://www.linkedin.com/company/travalshopbooking
luxury travel to turkey Logan E. The ATV sunset tour was incredible — great photos and great vibes. http://celine-colombia.com/index-7945.html