Kuasa Hukum M. Fairza Maulana: “Fakta Persidangan Harus Dilihat dengan Hati Nurani”

JAKARTA, PERKARANEWS.COM — Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi Surat Pertanggungjawaban (SPJ) fiktif di Dinas Kebudayaan DKI Jakarta kembali menghadirkan pernyataan dari penasihat hukum terdakwa M. Fairza Maulana alias Keta, yakni Waspada Daeli.

 

Dalam keterangannya usai persidangan, Waspada menegaskan bahwa apa yang terjadi selama ini harus dilihat dengan jernih dan berdasarkan fakta persidangan, bukan persepsi. Ia mengungkapkan bahwa kliennya, Keta, memang pernah menerima sejumlah pemberian, namun bukan dalam bentuk uang tunai yang besar, melainkan lebih pada barang dan kebutuhan hidup sehari-hari.

 

Bacaan Lainnya

“Kalau misalnya dituduh menerima uang miliaran itu tidak benar. Faktanya yang terjadi, klien kami hanya menerima hal-hal kecil, seperti uang saku saat kunjungan ke luar negeri, oleh-oleh, hingga kendaraan lama yang nilainya jauh dari fantastis. Bahkan ada motor dan mobil antik yang kemudian dijual kembali. Itu pun ditambahkan lagi oleh pihak lain untuk menutup kekurangannya,” ujar Waspada.

 

Ia juga menegaskan, kondisi ekonomi keluarga Keta jauh dari kesan mewah. Bahkan rumah yang dihuni keluarganya tergolong sederhana, hasil pinjaman bank, dengan nilai yang tidak lebih dari setengah miliar rupiah.

 

“Saya datang langsung melihat rumah keluarga Pak Keta. Letaknya di gang kecil, rumah biasa saja dengan dua kamar. Berdasarkan bukti pajak, nilainya sekitar Rp400-500 juta. Jadi tidak ada kemewahan seperti yang dituduhkan,” tegasnya.

 

Soal uang Rp1 miliar yang turut disita dalam perkara ini, Waspada menyebut sebagian besar berasal dari penjualan rumah serta tabungan keluarga yang diperuntukkan bagi pendidikan anak bungsu Keta yang masih duduk di bangku SMP.

 

“Uang itu bukan sepenuhnya hasil tindak pidana. Ada bagian yang nyata-nyata berasal dari tabungan dan penjualan rumah untuk biaya pendidikan anaknya. Adapun yang diakui benar-benar terkait kegiatan hanya sekitar Rp200 juta, dan itu sudah jelas dalam persidangan,” katanya.

 

Lebih lanjut, ia menyinggung mengenai struktur birokrasi di Dinas Kebudayaan yang menurutnya mustahil bawahan berani melakukan perbuatan besar tanpa sepengetahuan atasan langsung.

 

“Secara logika, tidak mungkin bawahan berani melakukan perbuatan dengan nilai fantastis jika tanpa sepengetahuan Kadis. Sama halnya kita di kantor, kalau anak buah melakukan hal besar tanpa laporan, pasti janggal. Jadi kalau ada yang bilang Kadis tidak tahu, itu di luar nalar,” jelas Waspada.

 

Terakhir, ia berharap majelis hakim dan jaksa penuntut umum dapat mempertimbangkan seluruh fakta persidangan secara objektif dan menggunakan hati nurani dalam memberikan putusan.

 

“Harapan kami, Yang Mulia Majelis dan Jaksa Penuntut Umum bisa melihat fakta yang sebenarnya terjadi di persidangan. Keputusan yang diambil nanti semoga benar-benar sesuai dengan hati nurani dan kebenaran,” pungkasnya. (Yuko)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

9 Komentar

  1. Good V I should certainly pronounce, impressed with your web site. I had no trouble navigating through all the tabs as well as related information ended up being truly easy to do to access. I recently found what I hoped for before you know it in the least. Quite unusual. Is likely to appreciate it for those who add forums or something, website theme . a tones way for your customer to communicate. Nice task..