JAKARTA,PERKARANEWS.COM – Sidang perkara dugaan suap terkait vonis bebas (Onstlag) ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya terus bergulir. Bertempat di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakarta Pusat, Rabu (10/9/2025), persidangan kali ini menghadirkan saksi-saksi kunci.
Dalam perkara bernomor 70-71, 72-73, dan 74/Pid.Sus-TPK/2025 PN.Jkt.Pst ini, lima terdakwa Djumyamto, Ali Muhtarom, Agam Syarif Baharuddin, Wahyu Gunawan, dan Muhammad Arief Nuryanta (MAN) didakwa melakukan permufakatan jahat. Perkara ini terkait vonis bebas perusahaan eksportir CPO yang dituding berpotensi merugikan negara hingga Rp17 triliun.
Sorotan utama persidangan kali ini adalah perdebatan sengit antara penasihat hukum terdakwa MAN dengan saksi Marcella Santoso, seorang advokat yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU).
Penasihat hukum MAN menanyakan dasar hukum perkara ekspor CPO ini kepada Marcella.
“Saudara bilang hukum dan lain-lain, menyampaikan beberapa strategi hukum,” tanya PH terdakwa.
“Apakah memang secara hukum, menurut saudara, perkara ini memiliki dasar? Atau bagaimana?”
Pertanyaan tersebut langsung dijawab lugas oleh Marcella. Ia berargumen berdasarkan hasil analisa Ombudsman mengenai kelangkaan minyak goreng.
“Menurut saya, sejak awal perkara ini sangat memiliki dasar hukum,” tegas Marcella.
“Ada hasil analisa Ombudsman yang menegaskan siapa yang salah terkait kelangkaan minyak goreng. Awalnya karena ekspor terlalu besar, bukan kesalahan produsen. Bahkan, Ombudsman menyebut ada maladministrasi. Itu yang kemudian jadi argumentasi kuat dalam gugatan perdata.”jelasnya
Marcella juga menepis klaim kerugian negara yang menjadi dasar tuntutan.
“Kalau bicara keuntungan ilegal, faktanya perusahaan justru rugi Rp900 miliar. Jadi logikanya darimana keuntungan itu?” ujarnya lantang.
“Semua ini sudah terbukti maladministrasi, bukan tindak pidana korupsi.”paparnya
Persidangan terus berjalan dengan fokus mendengarkan keterangan saksi. Majelis hakim yang dipimpin oleh Effendi, SH, MH, berulang kali mengingatkan agar perdebatan tetap fokus pada fakta persidangan.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena para terdakwa sebelumnya sempat divonis bebas dari tuntutan pengembalian uang pengganti sebesar Rp17 triliun.
Namun, JPU terus berupaya membuktikan adanya dugaan suap dan tindak pidana korupsi dalam proses hukum tersebut.(Yuko/Anton)