BANGKA,PERKARANEWS.COM – Jagat media sosial kembali digegerkan dengan kasus dugaan pencemaran nama baik dan penyebaran informasi bohong yang berujung pada laporan polisi. Seorang wanita bernama Tia Fransiska, warga Pangkalpinang, resmi melaporkan kasus dugaan Tindak Pidana Kejahatan Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) ke Kepolisian Resor Bangka pada Kamis, 10 Juli 2025, pukul 11.00 WIB. Laporan polisi ini teregistrasi dengan nomor LP/B/79/VII/2025/SPKT/POLRES BANGKA/POLDA BANGKA BELITUNG. Kamis,(10/7)
Kasus ini menjadi sorotan lantaran melibatkan dugaan fitnah keji terkait penjualan anak, yang tak hanya merugikan nama baik pelapor, tetapi juga menimbulkan dampak psikologis mendalam bagi Tia Fransiska dan kedua anaknya.
Saat ditemui usai melapor, Tia Fransiska mengungkapkan awal mula kasus yang menimpanya. “Kasus ini berawal dari Viti Ibu Suri Wakanda yang me-mention nama saya, menyebutkan nama akun TikTok saya,” jelas Tia.
Setelah itu, Viti dikomentari oleh seorang netizen yang menyindir Tia Fransiska. Tia pun membalas komentar tersebut. Tak disangka, seorang oknum wartawan ikut membalas komentar Tia dengan kalimat menohok.
“Daripada kamu sibuk ngurusin orang, mendingan kamu cari anak kamu yang dua dikasih orang dan dijual,” kata Tia menirukan ucapan oknum wartawan tersebut.
Merasa tidak terima, Tia Fransiska mencoba menghubungi oknum wartawan tersebut melalui WhatsApp dan telepon, namun tidak ada respons.
Tia Fransiska kemudian menemukan sebuah konten video dari oknum wartawan tersebut yang secara tersirat menuduhnya terlibat dalam kasus trafficking atau penjualan anak. Awalnya, Tia merasa ada kesalahpahaman. Namun, setelah berhubungan dengan Neng Rizda, salah satu teman dari oknum wartawan dan juga anggota grup chat “Giba Member Prioritas” yang sempat viral karena menghina Kapolda, fakta mengejutkan terkuak.
“Dari grup chat tersebut saya menemukan ternyata berita atau kasus yang diceritakan, yang dipublikasi oleh oknum wartawan tersebut adalah untuk saya, karena di situ tertulis dia ingin melaporkan saya karena kasus trafficking penjualan anak,” beber Tia Fransiska.
Dengan bukti yang kuat, Tia Fransiska tak tinggal diam. Ia langsung melaporkan kasus ini, yang awalnya merupakan laporan dugaan, dan kini telah naik status menjadi Laporan Polisi (LP).
Dampak dari fitnah keji ini tak main-main. Tia Fransiska merasakan gangguan kesehatan mental dan fisiknya. “Saya jadi tidak bisa tidur seperti biasa sebelum saya menemui kasus ini,” ungkapnya.
Yang paling memilukan, fitnah ini berdampak langsung pada kedua anaknya, Xykey dan Xybele. “Karena banyaknya follower saya di TikTok dan para penonton live tersebut, banyak orang yang setiap bertemu saya selalu bertanya, ‘Kamu ya yang anaknya dijual kata si oknum wartawan itu? Oh kamu ya yang jual anak? Anak mana yang dijual?’” tutur Tia dengan nada pilu.
Ia menambahkan, “Dan itu juga pernah dilakukan oleh orang saat saya sedang bersama anak-anak saya. Anak saya itu sempat bertanya kepada saya, ‘Apakah saya mau dijual? Kenapa Mama selalu ditanyakan perihal apakah Mama yang menjual anak atau Mama juga akan menjual kami?’ Seperti itu secara psikologi.”
Tia Fransiska juga merasa dirugikan secara sosial. Beberapa orang bahkan percaya dengan fitnah tersebut hingga menanyakannya langsung kepada saudara-saudaranya. “Saudara saya membantah hal tersebut, karena memang saya itu anaknya dua dan tidak ada yang saya jual,” tegas Tia.
Alasan Tia Fransiska melaporkan kasus ini adalah karena tidak ada sedikit pun rasa penyesalan atau upaya permintaan maaf dari pihak oknum wartawan yang menyebarkan berita bohong tersebut.
“Tapi mereka malah lebih sering dan lebih tajam lagi mengomentari kami, menyerang kami, dan memberikan fitnah-fitnah yang baru,” keluhnya.
Tia berharap, dengan laporan ini, pelaku dapat diberikan efek jera. “Bukan cuma saya korban dari berita-berita hoax-nya, tapi juga banyak teman-teman saya, banyak juga mendapatkan efek dari berita-berita hoax itu. Teman saya juga difitnah,” pungkasnya.
Pihak Kepolisian Resor Bangka kini tengah mendalami kasus ini. Penanganan perkara dugaan ITE ini akan melibatkan penyelidikan lebih lanjut untuk mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan. Masyarakat diimbau untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial dan tidak menyebarkan konten yang dapat memicu perpecahan atau mengandung unsur SARA, serta tidak melakukan ancaman verbal maupun non-verbal yang dapat merugikan orang lain.(Rils)