Menguak “Dulang”. Toponimi Unik Penanda Sejarah dan Budaya di Pulau Bangka

PANGKALPINANG, PERKARANEWS.COM – Pulau Bangka menyimpan sejuta cerita, tak hanya dari kekayaan alamnya, tetapi juga dari jejak bahasa dan budaya yang terukir dalam setiap sudut geografisnya. Salah satu yang menarik perhatian adalah penggunaan kata “dulang” dalam dua toponimi (nama geografis) unik. Sungai Mendulang dan Gunung Dulang Pecah. Lebih dari sekadar nama, kedua toponimi ini menjadi penanda penting sejarah dan kearifan lokal masyarakat Bangka.

Terletak di bagian utara Pulau Bangka, tepatnya di wilayah Mapur, antara Pejem dan Tengkalat, Sungai Mendulang bukan hanya sebuah aliran air biasa. Nama sungai ini berakar kuat dari aktivitas penambangan timah atau mineral logam lainnya yang dilakukan secara tradisional oleh masyarakat Bangka.

“Mendulang” merujuk pada metode penambangan yang menggunakan alat bernama dulang. Dulang, sebuah wadah menyerupai nampan, dulunya menjadi instrumen utama para penambang dalam memisahkan bijih timah dari tanah.

Penambang lokal, yang akrab disapa Bangkanese, akan menggali lubang kecil sedalam enam kaki, kadang dihubungkan dengan terowongan. Satu atau dua pria bekerja di dalam lubang dan terowongan, mengangkut tanah berisi bijih timah atau logam lainnya dalam keranjang untuk dicuci dan dipisahkan di sungai terdekat menggunakan dulang. Dari sinilah, sungai tersebut kemudian diberi toponimi “Sungai Mendulang”.

Bacaan Lainnya

Bergerak ke bagian barat Bangka, kita akan menemukan Gunung Dulang Pecah. Berbeda dengan Sungai Mendulang yang terkait aktivitas, toponimi gunung ini didasari oleh bentuknya yang mirip dengan dulang yang retak atau pecah.

Analogi ini serupa dengan penamaan Gunung Kukus yang berada di dekat Gunung Menumbing, dinamakan demikian karena bentuknya menyerupai kukusan (alat pengukus nasi). Penamaan berdasarkan bentuk visual ini menunjukkan kekayaan imajinasi dan kedekatan masyarakat Bangka dengan alam sekitarnya.

Tak hanya sebagai alat penambangan dan metafora geografis, kata “dulang” juga memiliki makna yang meluas dalam kehidupan dan perumpamaan masyarakat Bangka. Fungsinya berkembang menjadi alas makanan saat dihidangkan, mencerminkan nilai kebersamaan dan tradisi makan bersama.

Dalam perumpamaan, “dulang” sering digunakan untuk menyampaikan beragam makna, seperti
* “Bagai dulang dengan tudung saji”. Menggambarkan keselarasan dan keserasian.
* “Lain dulang lain kaki, lain dulang lain hati” Menunjukkan perbedaan karakter atau keinginan.

* “Nyaman di dulang dak nyaman di tulang” Menggambarkan sesuatu yang terlihat mudah di permukaan namun sulit dalam pelaksanaannya.

* “Sedulang cerak sedulang ketan” Menunjukkan kebersamaan dalam suka maupun duka.

* “Sekawan nasi, sedulang lauk” Melambangkan persatuan dan kekompakan.

Lebih dalam lagi, kata “dulang” juga menjadi sindiran terhadap perilaku “mengata dulang, paku serpih”. Pepatah ini bermakna menyindir orang yang menganggap dirinya lebih baik dari orang lain, padahal dirinya sendiri memiliki perilaku yang sangat buruk.

Penjelasan ini disampaikan oleh Dato’ Akhmad Elvian. DPMP, seorang budayawan yang terus berupaya melestarikan kekayaan bahasa dan budaya Bangka Belitung. Keberadaan toponimi “dulang” menjadi bukti nyata bagaimana bahasa dan lingkungan saling terkait erat, membentuk identitas sebuah daerah dan masyarakatnya.(Yuko)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *