PANGKALPINANG,PERKARANEWS.COM – Bumi Serumpun Sebalai di ambang gejolak! Setelah guntur keputusan Presiden Prabowo Subianto yang mengembalikan 4 pulau ke pangkuan Aceh, kini sorotan tajam beralih ke perebutan Pulau Tujuh yang bagai permata di utara Pulau Bangka. Pemerintah Provinsi Bangka Belitung (Babel) dengan nyala api membara, bersumpah akan menempuh segala jalur hukum, bahkan menggempur Mahkamah Konstitusi (MK), demi merenggut kembali haknya dari cengkeraman Provinsi Kepulauan Riau (Kepri)!
Istana Kepresidenan, Selasa, 17 Juni 2025. Mensesneg, Prasetyo Hadi, dengan suara menggelegar mengumumkan keputusan Presiden Prabowo Subianto: “Keempat pulau yaitu Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek, secara administratif berdasarkan dokumen yang dimiliki pemerintah, adalah masuk ke wilayah administratif Provinsi Aceh!” Sebuah kemenangan telak yang membakar semangat daerah lain untuk menuntut keadilan serupa.
Namun, di balik kegembiraan Aceh, tersimpan bara kekecewaan yang membara di Bangka Belitung. Mengapa? Karena Pulau Tujuh yang jelas-jelas adalah bagian tak terpisahkan dari sejarah dan jiwa Babel, kini justru terampas dan dicaplok secara sepihak oleh Kepri!
Sejarawan Babel yang namanya harum, Dato’ Akhmad Elvian, DPMP, membongkar tabir masa lalu yang gemilang. Pulau Tujuh, yang oleh pedagang Tiongkok disebut Chi-shu dan Belanda menjulukinya Poeloe Kadjangan atau 7 Eiland, adalah kunci vital perdagangan lada dan timah di Nusantara. Perjanjian maha penting antara raja Sunda “Samiam” dengan utusan Portugis, Henrique Lem pada 1522 Masehi, jelas menunjukkan bahwa rute pelayaran niaga Portugis-Sunda melintasi Chi-shu (Pulau Tujuh), sebelum berlanjut ke Peng-chia shan (Gunung Bangka) dan akhirnya berlabuh di Sunda. Ini bukti tak terbantahkan, Pulau Tujuh adalah bagian dari jalur denyut nadi ekonomi historis Bangka!
Namun, rentang abad XVII Masehi, ketika Kesultanan Banten mencapai puncak kejayaannya sebagai raksasa penghasil lada, dan di kala hegemoni bangsa kulit putih mulai menancapkan kuku di abad 18, peta kekuasaan berubah. Kekisruhan perbatasan pun pecah bak badai. Puncaknya, setelah pemekaran Provinsi Bangka Belitung berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000, wilayah Pekajang, termasuk Pulau Tujuh yang notabene adalah bagian dari Sumatera Selatan, seharusnya secara otomatis masuk dalam pelukan administratif Babel.
Tapi, bak petir di siang bolong, pada tahun 2021, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) justru membuat keputusan yang mengguncang Pulau Tujuh ditetapkan sebagai bagian dari Kepulauan Riau! Sebuah vonis yang menyesakkan dada rakyat Bangka Belitung.
Tak sudi melihat tanah leluhur dicaplok, Gubernur Babel, Hidayat Arsani, murka! Dengan suara menggelegar ia menegaskan, Pemprov Babel sedang mengkaji setiap inci dokumen, mempersiapkan amunisi hukum, dan akan segera melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Kita akan perjuangkan, kita akan buka PMK nanti, masalah Pulau Tujuh kembali ke Provinsi Bangka Belitung!” tegasnya, menunjukkan komitmen tak tergoyahkan.
Hidayat Arsani dengan tegas menunjuk MK sebagai medan laga,
“Kita lapor MK, karena sekarang sudah ada mahkamah konstitusi yang mengerjakan undang-undang ini.”ujarnya
Ia pun bersumpah tak ingin sengketa ini berujung pada keributan berdarah seperti yang pernah terjadi di daerah lain.
“Jadi kita tidak mau ribut seperti Aceh, kita selesaikan secara hukum, karena Kepri mengatakan punya. Bangka Belitung mengakui punyanya, jadi nanti larinya ke hakim!”tegas Gubernur Babel
Masyarakat Babel tak tinggal diam! Mantan Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Babel, Emron Pangkapi, di Jakarta pada Minggu (15/6), menyuarakan desakan yang menggetarkan jiwa kepada Presiden Prabowo Subianto.
“Empat pulau milik Aceh dan tujuh pulau milik Babel yang diduga menjadi korban pencaplokan akibat Permendagri harus segera dikembalikan!” serunya, membakar semangat perjuangan.
Emron membeberkan bukti-bukti yang tak bisa dibantah: lampiran peta daerah dalam UU No. 27 Tahun 2000 secara gamblang menunjukkan Pulau Tujuh masuk dalam wilayah Babel. Secara geografis, gugusan Pulau Tujuh berada di Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka, berbatasan dengan laut Kabupaten Lingga, Kepri.
Namun, kedekatan Emron Pangkapi bukan hanya sebatas peta.
“Dari daratan Pulau Bangka (Belinyu), dapat ditempuh dalam waktu 5 jam pelayaran perahu nelayan. Sebaliknya, dari daratan Pulau Lingga/Singkep, harus ditempuh dalam 9 jam!” jelasnya, menggambarkan betapa eratnya ikatan geografis dan ekonomi Pulau Tujuh dengan Bangka.
Sebelum pencaplokan yang menyakitkan ini, seluruh KTP dan administrasi penduduk di sana dikeluarkan oleh Pemerintah Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka. Bahkan, Camat Belinyu di era 90-an, Sofyan Rebuin, secara teratur menjejakkan kaki di sana. Pulau Tujuh juga adalah pemasok utama Siput Gonggong, makanan laut khas Bangka yang melegenda!
Kini, nasib Pulau Tujuh berada di ujung tanduk. Akankah palu godam MK mengembalikan permata itu ke pangkuan Ibu Pertiwi Bangka Belitung, ataukah ia akan terus terperangkap dalam cengkeraman yang tak berhak? Perang hukum ini akan menjadi epik sejarah yang menentukan!.(Yuko)