Ketua KPU Babel Tegaskan Masyarakat Tak Bisa Cek Dukungan KTP di Pilkada Ulang, Ini Alasannya

PANGKALPINANG,PERKARANEWS.COM – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Husen, menegaskan bahwa masyarakat tidak memiliki akses untuk melakukan pengecekan langsung ke KPU terkait dengan dukungan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang mungkin disalahgunakan dalam proses pencalonan kandidat jalur independen pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Ulang Walikota dan Wakil Walikota Pangkalpinang. Penegasan ini disampaikan pada Kamis (1/5).

Husen menjelaskan bahwa aplikasi yang digunakan dalam proses pencalonan independen ini dirancang khusus hanya untuk menampung dan memasukkan data dukungan KTP ke dalam sistem. KPU tidak memiliki kapasitas untuk memverifikasi validitas perolehan KTP tersebut, termasuk apakah dukungan diberikan secara sukarela dan sadar oleh pemiliknya.

“Kami tidak dalam posisi melihat apakah KTP-nya didapat secara sukarela, secara sadar. Itu bukan urusan kami. Kami hanya menerima secara terinput sejumlah KTP dengan jumlah minimal 16.433, beserta formulir dukungannya. Setelah itu, terpenuhilah syarat administrasi awal,” ujar Husen.

Lebih lanjut, Husen menerangkan bahwa KPU memiliki mekanisme verifikasi untuk membuktikan keabsahan KTP yang diserahkan. Verifikasi administrasi dilakukan untuk memastikan persyaratan undang-undang terpenuhi, seperti KTP yang sah adalah milik warga Pangkalpinang dan bukan KTP luar daerah.
Setelah lolos verifikasi administrasi, KPU akan melakukan verifikasi faktual untuk memastikan kebenaran dukungan yang diberikan.

Petugas Panitia Pemungutan Suara (PPS) akan mendatangi langsung pendukung dari rumah ke rumah (metode sensus) untuk mengonfirmasi apakah yang bersangkutan benar-benar memberikan dukungan kepada calon independen.

“Ketika kita datang, dukungan itu dinyatakan mendukung, apa benar Pak Yudi ini KTP-nya? Iya, apa benar Bapak mendukung atau tidak, itu di batas kami,” jelas Husen.

Ia menambahkan bahwa KPU tidak dapat mengakomodir permintaan masyarakat untuk mengecek data dukungan KTP di kantor KPU melalui aplikasi. Aplikasi yang ada, lanjutnya, hanya digunakan untuk membantu kelancaran teknis tahapan pilkada dan tidak dibuka untuk publik seperti aplikasi Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Meskipun demikian, Husen menekankan bahwa masyarakat memiliki hak hukum untuk mempertanyakan apabila merasa keberatan atau menduga adanya penyalahgunaan KTP mereka.

“Sebenarnya masyarakat itu keberatannya tidak perlu lagi ke KPU. Ketika kita datang kan jalan keberatan,” katanya.

Terkait potensi adanya KTP yang diperoleh dengan cara yang tidak benar, Husen menyatakan bahwa KPU akan langsung memberikan status Tidak Memenuhi Syarat (TMS) jika dalam verifikasi faktual ditemukan dukungan yang tidak valid atau pemilik KTP tidak merasa memberikan dukungan.

“Kalau KPU hanya dalam TMS, kita kan bicara orang kan ada namanya hukum itu dirugikan secara hukum, itu urusan orang, kami tidak masuk ke situ. Kami hanya teknis baik, kami memastikan KTP tidak didukung, ya sudah TMS,” tegasnya.

Husen juga menanggapi adanya informasi mengenai dugaan praktik “beli KTP”. Ia menyatakan bahwa KPU tidak memiliki kapasitas untuk menyelidiki hal tersebut. Namun, jika masyarakat merasa dirugikan, mereka memiliki hak untuk melaporkannya kepada pihak berwenang atau menyampaikan keberatan melalui mekanisme yang telah ditetapkan.

“Itu hak orang kan (melapor atau menyampaikan keberatan ke media-red),” pungkas Husen.(Yuko)