PANGKALPINANG,Perkaranews.com -Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2023 seharusnya jangan menimbulkan polemik apalagi seperti menjadi permasalahan klasik yang tidak kunjung ada penyelesaian dan solusinya, Sabtu (10/6/2023).
Mestinya kemunculan permasalahan yang itu-itu saja masa PPDB setiap tahunnya sudah bisa ditemukan solusinya. Sebenarnya salah satu upaya dari pemerintah untuk mengatasi permasalahan PPDB adalah dengan dibuatnya kebijakan sistim zonasi dan beberapa sistim pada PPDB itu sendiri. Namun upaya tersebut hanyalah dapat meminimalisir saja.
Menurut pengamat kebijakan Jumli Jamaluddin, terkait kebijakan sistim PPDB yang dibuat oleh pemerintah pusat tersebut bukan berarti tidak bisa menyesuaikan dengan kondisi dan situasi serta kearifan lokal di daerah.
“Kebijakan tersebut tentunya bisa menyesuaikan dengan kondisi di daerah masing-masing namun harus memiliki paying hukumnya, tentunya paying hukum yang dibuat oleh Kepala Daerah dengan persetujuan pihak Legislatif yaitu DPRD terkait dan dengan melalui kajian-kajian yang melibatkan berbagai pihak-pihak terkait termasuk keterlibat perwakilan orang tua atau wali murid, pihak sekolah maupun pihak Dinas terkait,” ungkapnya.
Jumli juga menyebutkan permasalahan yang selalu menjadi hal klasik pada PPDB setiap tahunnya adalah tidak jauh dari masalah sekolah yang dianggap favorit oleh masyarakat, masalah penambahan rombel, masalah titip menitip masuk sekolah tertentu, masalah masih adanya sekolah yang kekurangan murid, dan bahkan sampaim ke permasalahan dugaan pungli pada masa PPDB.
“Mestinya permasalahan klasik seperti ini sudah ada solusinya jika semua pihak yang berkompeten duduk bersama untuk mencari atau menemukan solusi terbaiknya dengan membuat kebijakan tertentu yang memiliki payung hukum tersebut,” tegasnya.
Ia juga meninta jangan saling lempar dan saling tuding tapi tidak melakukan pemecahan masalahnya dan tidak mencari solusi apa yang terbaik.
“Stigma masyarakat terhadap sekolah yang dianggap favorit memang tidak mudah untuk menghapus stigma tersebut. Sehingga tidak heran jika masyarakat menginginkan anaknya dapat masuk ke sekolah yang dianggapnya favorit selama ini meskipun istilah sekolah favorit tersebut sudah oleh pemerintah dengan cara membuat kebijakan sistim zonasi pada PPDB,” harapnya.
Jumil juga berharap permasalahan klasik PPDB ini tentunya sudah pasti yang akan paling menjadi disudutkan atau yang dipojokkan adalah pihak sekolah tertentu, Dinas pendidikan terkait.
“Ini akan menjadi dilematis yang tidak ada tuntas-tuntasnya pihak-pihak tersebut. Pengawasan yang dilakukan oleh berbagai pihak baik lembaga pengawas baik pengawas internal maupun pengawas eksternal sudah menjadi tugas dan kewajiban tentunya untuk mencegah dan paling tidak meminimalisir terjadinya dugaan penyimpangan pada PPDB, akan tetapi tidak hanya sebatas pengawasan saja dari tahun ke tahun saat pada masa PPDB, tapi harus ada solusi apa yang dibuat yang dibahas bersama-sama stakeholder atau dengan pihak-pihak yang berkompeten, baik bersama Kepala daerah, pihak Legislatif atau DPRD, pihak sekolah, dinas pendidikan, perwakilan masyarakat, media, maupun perwakilan orang tua murid,” tegasnya.
Ia menyebutkan masalah klasik ini setiap tahun pada saat PPDB selalu ramai dibicarakan di publik. Pihak legislatif melalui komisi yang terkait dengan pendidikan perlu melakukan pembahasan hal tersebut bersama-sama dengan berbagai pihak tersebut untuk mencari solusi yang terbaik demi kemajuan pendidikan di daerah sendiri, kemudian buatlah kebijakan yang bisa diimplementasikan agar terjadinya pemerataan pendidikan, dan agar semua sekolah menjadi stigma masyarakat adalah sekolah yang menjadi anggapan favorit.
“Maka PPDB ini jangan justeru menjadi polemik dan dilematis bagi pihak-pihak terkait tersebut yang selalu terjadi setiap tahunnya sehingga terus menjadi masalah klasik. Cari solusinya!,” tutupnya. (Yuko)