JAKARTA, PERKARANEWS.COM – Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi dalam kerja sama jual beli gas antara PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. (PGN) dan PT Inti Alasindo Energi (IAE) kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis (20/11/2025). Agenda sidang hari ini yakni keterangan saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Saksi yang dihadirkan dalam Sidang hari ini yakni Muhammad Al-Fansyah, Kasubdit Niaga Migas-SDM, dan mantan Direktur Utama PGN, Jobi Triananda Hasim. Dua terdakwa dalam perkara ini adalah Danny Praditya dan Iswan Ibrahim, yang saat itu menjabat sebagai Direksi PGN.
Seusai sidang kuasa hukum terdakwa Danny Praditya, FX Michael Shah, menilai keterangan saksi justru menegaskan bahwa
menegaskan bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum KPK keliru memahami konteks transaksi dan mengabaikan mitigasi risiko yang telah dilakukan direksi.
Kuasa hukum menyatakan bahwa keputusan pembelian gas dari Isargas merupakan keputusan bisnis yang dilakukan secara kolektif kolegial telah melalui kajian lintas divisi dan tidak dapat dinilai sebagai tindak pidana.
Menurut Michael, keterangan saksi justru menguatkan bahwa proses internal PGN berjalan sesuai standar. Mereka menyoroti kesimpulan KPK yang menyebut direksi tidak berhati-hati, padahal PGN telah menyiapkan jaminan fidusia dan parent company guarantee (PCG) sebagai antisipasi jika Isargas gagal memenuhi kewajiban penyerapan gas.
“Direksi sudah mempertimbangkan risiko, menetapkan mitigasi, dan mengambil keputusan secara kolektif. Yang menjadi pertanyaan justru mengapa jaminan fidusia dan PCG tidak dieksekusi oleh manajemen setelah direksi yang mengambil keputusan tidak lagi menjabat. Itu bukan tanggung jawab klien kami,” ujarnya.
Ia juga menyinggung bahwa aliran gas tidak berjalan bukan karena kesalahan direksi lama, tetapi karena eksekusi kontrak berada di tangan manajemen baru. Mereka menilai langkah KPK yang kini mengeksekusi jaminan menunjukkan bahwa mitigasi yang disiapkan direksi sebelumnya sudah tepat sejak awal.
“Jika mitigasi itu dijalankan sejak awal, tidak akan ada persoalan hukum. Justru yang tidak dilakukan oleh manajemen berikutnya itulah yang membuat situasi menjadi seperti sekarang,” tambahnya.
Dari keterangan dalam persidangan Mohamad Al-Fansah, terungkap bahwa transaksi antara IAE dan PGN masuk dalam pengecualian Pasal 12 ayat (4) karena Isargas masih memiliki sisa alokasi gas yang sah untuk dijual ke pihak lain. PGN memenuhi seluruh syarat, termasuk infrastruktur dan pelanggan akhir.
Sementara itu, kesaksian Jobi Triananda mempertegas bahwa keputusan transaksi merupakan keputusan kolektif-kolegial direksi. Ia menjelaskan bahwa meski mekanisme advance payment tidak lazim, hal tersebut sah secara hukum berdasarkan kebebasan berkontrak. PGN juga telah melakukan mitigasi risiko melalui jaminan fidusia dan PCG.
“Sebenarnya nilai manfaat dari pasokan gas jauh lebih besar dibanding nilai aset pipa yang dipersoalkan jaksa, sehingga keputusan tersebut merupakan langkah bisnis yang rasional,” tutup jobi dalam kesaksiannya.
Sidang lanjutan direncanakan menghadirkan saksi Adi Munandir yang merupakan ketua tim koordinasi lintas divisi yang menyusun paparan sebagai dasar keputusan direksi PGN. (AR)












