Duplik Djuyamto: Tuntutan JPU Dianggap Abaikan Fakta Persidangan

JAKARTA, PERKARANEWS.COM – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali menggelar sidang perkara dugaan suap terkait putusan onslag dalam perkara minyak sawit mentah (CPO) yang menyeret lima terdakwa. Sidang hari ini beragenda pembacaan duplik oleh masing-masing tim kuasa hukum terdakwa, Rabu (19/11/2025).

 

Para terdakwa yang hadir dalam persidangan adalah Muhammad Arif Nuryanta, Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, Ali Muhtarom, dan Wahyu Gunawan. Sesuai agenda, seluruh kuasa hukum membacakan duplik secara terpisah menanggapi replik Jaksa Penuntut Umum (JPU).

 

Bacaan Lainnya

Dalam dupliknya, kuasa hukum terdakwa Djuyamto menyatakan bahwa Penuntut Umum telah mengabaikan berbagai fakta yang terungkap selama persidangan, terutama terkait asal-usul uang, jumlah uang yang diterima, serta pengembalian dana oleh para terdakwa.

 

“Melalui duplik ini, kami kembali menegaskan bahwa fakta-fakta penting yang terungkap di persidangan sama sekali tidak dipertimbangkan dalam tuntutan maupun replik Penuntut Umum,” ujar penasihat hukum Djuyamto di hadapan Majelis Hakim.

 

Kuasa hukum menegaskan bahwa JPU keliru menjadikan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sebagai dasar tuntutan. Menurutnya, JPU mengabaikan perubahan keterangan beberapa saksi, termasuk perbedaan signifikan antara nilai uang dalam dakwaan dan keterangan saksi Arif Nuryanta.

 

“Keterangan saksi dalam BAP bukan kitab suci, nilai pembuktian yang sah adalah keterangan saksi di persidangan sebagaimana Pasal 185 KUHAP.” tegas kuasa hukum dalam duplik.

 

JPU sebelumnya menyatakan terdakwa Djuyamto menerima Rp9,5 miliar. Namun kuasa hukum menegaskan kembali bahwa jumlah tersebut tidak sesuai dengan fakta.

 

“Fakta persidangan menunjukkan saksi Julianto hanya menerima Rp7.970.000.000, Penuntut Umum tetap menggunakan angka dalam dakwaan, bukan angka hasil pemeriksaan persidangan.” ujar kuasa hukum.

Duplik juga menegaskan bahwa uang yang telah dikembalikan dan disita dalam perkara ini lebih besar dari jumlah yang diterima, yakni mencapai Rp8.055.586.000. Duplik juga menyoroti penyitaan sertifikat rumah susun atas nama Santi Wijaya yang dianggap tidak relevan.

 

“Dengan demikian, unsur Pasal 18 UU Tipikor telah terpenuhi karena seluruh uang yang diterima telah dikembalikan. Tidak ada dasar bagi Penuntut Umum untuk tetap menuntut uang pengganti sebesar Rp9,5 miliar, juga penyitaan sertifikat rumah susun NIP 0902.0000.2993 tidak sah karena tidak terkait dengan perkara ini dan bukan milik terdakwa.” tambahnya.

 

Kuasa hukum menyebut tuntutan JPU terlalu berat dan tidak mempertimbangkan kondisi objektif terdakwa. Dalam hal hal ini tuntutan yang disampaikan JPU ini tidak mencerminkan hati nurani.

 

“Dalam tuntutannya terdakwa telah berterus terang, kooperatif, bahkan mengembalikan seluruh uang yang diterima. Seharusnya hal tersebut menjadi faktor meringankan, bukan dasar pemberatan.” kata kuasa hukum dalam duplik.

Disebutkan pula bahwa terdakwa tidak memanfaatkan uang tersebut untuk kepentingan pribadi tetapi untuk kemaslahatan masyarakat dan justru membantu membuka fakta dalam perkara minyak goreng.

 

Dalam duplik, kuasa hukum menguraikan berbagai faktor meringankan, antara lain:

* Djuyamto mengabdi sebagai hakim selama lebih dari 31 tahun

* Tidak pernah memiliki catatan pelanggaran etik

* Bagian dari gerakan independensi peradilan

* Menyesali perbuatannya dan jujur sejak awal

* Seluruh uang telah dikembalikan

 

Kuasa hukum menegaskan pada bagian akhir duplik, mengajukan permohonan tegas kepada majelis hakim. Hal ini diharapkan dapat membantu hakim dalam memutuskan perkara ini dengan objektif juga sesuai dengan fakta persidangan.

 

“Kami mohon Yang Mulia menyatakan terdakwa tidak terbukti bersalah sesuai dakwaan Penuntut Umum.”ujarnya

 

Selain itu, kuasa hukum meminta agar:

* Majelis menetapkan nilai uang yang diterima sebesar Rp7.970.000.000 sebagai dasar perhitungan uang pengganti

* Seluruh uang yang dikembalikan/didisita dihitung sebagai pelunasan

* Penyitaan sertifikat rusun dinyatakan tidak sah

* Majelis menjatuhkan putusan seadil-adilnya

 

“Keadilan yang berimbang adalah prinsip fundamental. Kami mohon majelis memberikan putusan yang memulihkan hak-hak terdakwa,” tutup kuasa hukum. (AR)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar

  1. Your blog is a breath of fresh air in the often stagnant world of online content. Your thoughtful analysis and insightful commentary never fail to leave a lasting impression. Thank you for sharing your wisdom with us.