Alat Ukur PT Timah Tbk Dinilai Berbeda Perlakuan untuk Mitra KIP dan Penambang Rakyat, Jaminan SN 70 Ditegaskan!

PANGKALPINANG, PERKARANEWS.COM – Polemik tata cara penghitungan kadar timah di PT Timah Tbk kembali memanas, terutama terkait dugaan perbedaan alat ukur yang digunakan untuk pembelian dari masyarakat umum dan hasil tambang mitra skala besar (Kapal Isap Produksi/KIP). Isu lama mengenai penggunaan metode ‘kaleng susu’ yang sempat dipatenkan dan kini menjadi sorotan, memicu kontradiksi klaim dari manajemen perusahaan.

 

Direktur Utama PT Timah Tbk, Restu Widiyantoro, yang baru-baru ini angkat bicara, memberikan klarifikasi tegas di hadapan awak media di Pangkalpinang. Ia menanggapi pertanyaan seputar isu alat ukur paten milik PT Timah (yang disamakan dengan ‘kaleng susu’) dan dugaan perubahan sistem Standar Nasional (SN).

 

Bacaan Lainnya

“Enggak dirubah, itu kan hanya untuk pengukuran di lapangan,” jawab Dirut Restu Widiyantoro saat disinggung awak media.

 

Beliau menekankan bahwa prosedur utama yang wajib diikuti adalah ketentuan SN 70 yang berlaku. Terkait penggunaan alat ukur di lapangan, Dirut Restu Widiyantoro menegaskan bahwa praktik lama telah ditinggalkan

 

“Itu zaman dulu. Tapi sekarang kita menggunakan alat yang benar,” tegasnya.

 

 

Namun, klaim Dirut Restu Widiyantoro ini bertolak belakang dengan fakta yang diungkap di Pengadilan. Dikutip dari Tempo.CO, Alwin Akbar, yang menjabat sebagai Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk periode 2017-2020, mengungkapkan bahwa metode ‘kaleng susu’ masih digunakan hingga saat ini untuk menghitung estimasi kadar timah yang diperoleh perusahaan.

 

Alwin menjelaskan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakarta Pusat, Rabu (30/10/2024), bahwa metode ‘kaleng susu’ adalah model sampling yang memiliki rumusan ilmiah.

 

“Sampai hari ini metode itu masih dipakai di kapal hisap produksi karena itu ada rumusan ilmiahnya,” kata Alwin.

 

Menurut Alwin, metode ini diperlukan untuk menentukan grade atau nilai mineral logam, yang pada akhirnya menentukan harga jual.

 

“Metode ini dipakai mulai dari eksplorasi, produksi di kapal hisap, serta pada hasil tambang yang dihasilkan dari masyarakat. Sebab, metode kaleng susu adalah cara penghitungan estimasi awal,” tambahnya.

 

 

Kontradiksi antara pernyataan Dirut Restu Widiyantoro yang menjamin “alat yang benar” telah dipakai, dengan pengakuan eks Direksi bahwa metode ‘kaleng susu’ (estimasi awal) masih digunakan—bahkan di Kapal Hisap Produksi (KIP)—memicu pertanyaan serius mengenai standar ganda dalam pembelian timah.

 

Publik menyoroti, jika metode ‘kaleng susu’ masih dipakai untuk estimasi hasil KIP dan masyarakat, mengapa terjadi gejolak dan perbedaan harga yang merugikan rakyat, sementara jaminan kepatuhan terhadap SN 70 selalu ditekankan oleh perusahaan?

 

Masyarakat kini menanti kejelasan dan penegasan dari PT Timah Tbk mengenai standar operasional mana yang sesungguhnya berlaku, demi memastikan keadilan harga dan transparansi bagi seluruh penambang di Bangka Belitung. (Yuko)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan ke hepato burn Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar