PANGKALPINANG,PERKARANEWS.COM—Panggung debat publik kembali memanas. Kali ini, sorotan jatuh pada para calon wakil walikota Pangkalpinang yang ditantang untuk menjawab satu pertanyaan krusial: bagaimana mengatasi Indeks Reformasi Birokrasi (RB) dan Sistem Pelayanan Berbasis Elektronik (SPBE) yang masih terpuruk?. Jumat,(8/8). Hotel Aston Pangkalpinang
Empat cawawali, Ratmida Dawam (nomor 1), Zeki Yamani (nomor 2), Dessy Ayu Trisana (nomor 3), dan Dede Purnama (nomor 4) saling melempar janji, menawarkan resep mujarab untuk menyembuhkan penyakit birokrasi yang membelit.
Ratmida Dawam membuka pertarungan gagasan dengan mengibaratkan reformasi birokrasi sebagai “napas” penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
Ia menekankan perlunya efisiensi, efektivitas, akuntabilitas, dan transparansi dalam tubuh birokrasi. Dengan memanfaatkan teknologi digital, ia berjanji akan “memperpendek birokrasi, jangan ada cawe-cawe di belakang,” sebuah majas yang menggambarkan niatnya untuk memangkas jalur birokrasi yang berbelit-belit.
Zeki Yamani tak mau kalah. Ia berjanji akan menciptakan “semacam perubahan yang memberikan nilai-nilai positif” dengan memprioritaskan pengembangan teknologi. Baginya, teknologi adalah “kunci” yang akan membuka pintu menuju pelayanan publik yang lebih baik.
Dessy Ayu Trisana tampil dengan gagasan yang lebih konkret. Ia mengusulkan “digitalisasi birokrasi” melalui “one stop policy” atau kebijakan satu pintu. Dengan sistem ini, ia berharap pengurusan KTP dan perizinan bisa dilakukan secara online, mempermudah masyarakat yang seringkali harus “mengurusnya lama” di kantor. Tak hanya itu, ia juga menekankan pentingnya “meng-upgrade” kemampuan para ASN dengan “pelatihan-pelatihan digital” agar mereka dapat berinovasi dan beradaptasi.
Dede Purnama menyudahi perdebatan dengan perspektif yang berbeda. Baginya, kunci utama reformasi birokrasi bukanlah pada sistemnya, melainkan pada “keberanian dan kemauan” pemimpin. Ia menegaskan, seorang pemimpin harus berani mengambil keputusan yang tepat dan mau menjalankan reformasi birokrasi secara transparan. “Karena memiliki dua sisi mata klinik yang berbeda,” ungkapnya, mengibaratkan pemimpin sebagai “penentu” perubahan yang sesungguhnya.
Apa yang membuat Indeks Reformasi Birokrasi dan SPBE di Pangkalpinang begitu rendah?. (Yuko)