Edy Nasapta Mendesak Pemprov Babel untuk Segera Menerbitkan Izin Pertambangan Rakyat

PANGKALPINANG,PERKARANEWS.COM– Wakil Ketua DPRD Bangka Belitung, Edy Nasapta, mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bangka Belitung untuk segera menerbitkan Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Menurutnya, semua persyaratan dan regulasi sudah terpenuhi, sehingga tidak ada alasan lagi bagi pemprov untuk menunda.

Penegasan ini disampaikan Edy Nasapta dalam wawancara di Rumah Dinas Wali Kota Pangkalpinang pada Sabtu (23/8).

“Pemerintah provinsi tidak ada alasan lagi. Keluarkanlah IPR. Harusnya sudah bisa dikeluarkan. Keluarkan IPR itu mudah,” tegas Edy.

Edy Nasapta juga menyoroti lambatnya proses yang sudah berlarut-larut bertahun-tahun. Ia mempertanyakan letak permasalahan yang membuat IPR tak kunjung terbit, padahal Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sudah ditetapkan.

Bacaan Lainnya

“IPR sudah berlarut-larut bertahun-tahun, jadi seperti apa sih? IPR itu sebenarnya, saya juga bingung ya, berlarutnya di mana sekarang ini? Karena kan sudah ada wilayahnya, WPR-nya sudah ada,” ujarnya.

Edy Nasapta menekankan bahwa penerbitan IPR adalah amanah dari Presiden Prabowo Subianto untuk melibatkan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam. Ia melihat IPR sebagai satu-satunya cara bagi Pemprov Bangka Belitung untuk secara langsung menyejahterakan rakyat.

“Amanah Presiden Prabowo kemarin masyarakat dilibatkan. Iya, dan itulah satu-satunya ruang masuk sekarang untuk provinsi untuk menyejahterakan rakyat secara langsung, IPR tadi itu,” jelasnya.

Menanggapi isu hilirisasi, Edy menjelaskan bahwa hilirisasi bukanlah tentang produk akhir seperti ponsel atau televisi. Menurutnya, balok timah sudah merupakan produk hilir.

Namun, ia menyarankan agar pemprov juga membangun smelter milik Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk mengelola pasir timah dari pertambangan rakyat.

“Kita bikin smelter, boleh. Buat di pertambangan, buat untuk mengelola apa-apa yang menjadi hasil daripada wilayah pertambangan rakyat, IPR,” katanya.

Lebih lanjut, Edy Nasapta menyoroti ketidakseimbangan dana bagi hasil dari sektor pertambangan. Ia menilai pembagian dana yang diterima daerah tidak sesuai dengan kebutuhan.

“Teori fiskal kita jomplang. Harusnya kita sekarang ini bisa mendapatkan dana bagi hasil yang besar. Royalti dihitung dari hasil, bukan dari akhir, tapi dari pasir timahnya,” pungkasnya.

Meskipun Panitia Khusus (Pansus) Tata Kelola Timah sudah dibentuk, Edy mengingatkan bahwa Pansus tidak boleh bertentangan dengan undang-undang. Menurutnya, Undang-Undang Minerba memberikan kewenangan perizinan sepenuhnya di pusat.

“DPR pun tidak bisa langsung memeriksa, tidak bisa langsung mengawasi. Harus menggandeng pembinanya, ya itu Dinas Pertambangan Provinsi,” ujarnya.

Menurut Edy, tambang tidak akan merusak lingkungan jika dikelola sesuai aturan. Masalah kerusakan dan kesejahteraan adalah dua hal yang berbeda. Ia berharap Pansus bisa bekerja sesuai dengan aturan dan kaidah yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.(Yuko)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *