PANGKALPINANG,PERKARANEWS.COM – Pulau Bangka, dengan kekayaan sejarah dan alamnya, menyimpan banyak cerita di balik nama-nama tempat. Salah satunya adalah Kampung Bacang, sebuah desa di Distrik Pangkalpinang yang dulunya dikenal dengan nama Paritbatjang. Nama ini, ternyata, bukan sekadar penanda geografis, melainkan juga cerminan dari jejak panjang penambangan timah dan keberadaan buah lokal endemik yang menyatu dalam sejarah.
Dato’ Akhmad Elvian, DPMP, sejarawan dan budayawan terkemuka penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia, dalam catatannya mengungkap asal-usul menarik di balik Toponimi Kampung Bacang (Paritbatjang).
“Kampung Bacang terletak di distrik Pangkalpinang, awalnya bernama Kampung Paritbatjang,” jelas Dato’ Elvian.
Nama “Paritbatjang” sendiri, menurut Dato’ Elvian, berasal dari dua elemen penting: Parit dan Batjang. Parit dalam bahasa Bangka berarti “galian tambang timah”. Ini merujuk pada teknologi kulit yang dilakukan dalam proses penambangan timah oleh pekerja tambang dari China.
“Cara mengikis atau menguliti permukaan tanah sampai ditemukan deposit Timah memerlukan waktu yang cukup lama sekitar 7 sampai 8 bulan hingga tambang atau parit menghasilkan Timah,” ungkapnya.
Proses yang memakan waktu dan tenaga ini menunjukkan betapa primitif namun intensifnya penambangan timah di masa lampau. Akibat dari proses ini, para pekerja harus tinggal di lokasi dekat parit atau tambang timah. Lambat laun, bekas parit atau tambang timah tersebut, yang dikenal sebagai verlaten mijn, kemudian menjadi perkampungan yang ramai.
Menariknya, perkampungan ini tidak hanya dihuni oleh pekerja tambang, melainkan juga menjadi tempat tinggal bagi masyarakat umum.
Sementara itu, nama spesifik Batjang berasal dari nama pohon Bacang (Mangifera foetida Lour). “Pohon Bacang adalah sejenis pohon buah yang masih sekerabat dengan Mangga,” kata Dato’ Elvian.
Pohon ini merupakan tumbuhan endemik yang banyak tumbuh di sekitar parit atau lokasi penambangan timah. Di Pulau Bangka, buah Bacang sangat akrab di kalangan masyarakat. Buah ini bukan hanya sekadar buah musiman, melainkan juga bahan dasar penting untuk membuat sambal, dan seringkali menjadi campuran dalam lempah kuning, masakan khas Bangka. Sebutan lain untuk Bacang di Bangka adalah Ambacang atau Mangga Bacang.
Dengan demikian, nama “Paritbatjang” secara gamblang menggambarkan perpaduan antara aktivitas manusia (penambangan timah yang meninggalkan “parit” atau galian) dan kekayaan alam (pohon “Bacang” yang tumbuh subur di sana). Seiring berjalannya waktu, nama “Paritbatjang” kemudian disederhanakan menjadi “Kampung Bacang”, namun esensi sejarahnya tetap terjaga.
Kampung Bacang hari ini, dengan namanya yang akrab di telinga, membawa kita kembali ke masa lalu. Masa di mana tanah Bangka digali demi timah, dan di mana pohon-pohon Bacang tumbuh subur, menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat dan kuliner lokal.(Yuko)