Bangka Harus Di Pucak, Siapa Pacak?

Oleh : AHMADI SOFYAN

KABUPATEN Bangka memiliki penyakit kronis, perlu dokter bedah dan penyakit dalam, bukan dokter kulit (pencitraan) apalagi “penjual skincare” yang sekarang banyak berkeliaran di sepanjang jalan.
===

SUDAH cukup lama ingin menulis ini, entah kenapa tertahan terus, dengan berbagai alasan dan selalu terhenti. Padahal nggak biasanya saya menulis tak selesai apalagi penuh pertimbangan, sebab biasanya menulis begitu saja tanpa banyak pikir dari layar Handphone dalam hitungan menit, bahkan kadangkala sambil mancing di sungai, terus dimuat diberbagai media online dan cetak. Tapi ketika menulis ini, terasa tangan tak selincah biasanya. Terlebih ada rasa malas, gregetan dan kesel melihat kondisi Kabupaten Bangka saat ini. Entahlah…. benci tapi cinta, “gerigit ati” tapi sayang. Begitu mungkin….

Bagaimana tidak, Kabupaten Bangka, yang harusnya menjadi teladan bagi Kabupaten-Kabupaten lain di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung justru seperti sangat jauh ketertinggalan dalam berbagai lini, entah pembangunan, SDM, kreativitas pemerintahnya, produknya, dan lain sebagainya. Ditambah lagi dana pemerintah anjlok, anggaran kolep dan sepertinya perlu kepiawaian khusus untuk mengurusnya. Kabupaten Bangka diibaratkan kakak tua dari Kabupaten-Kabupaten lain di Negeri Serumpun Sebalai ini, bergelar Bumi Sepintu Sedulang. Namun sayangnya, sang kakak ini sudah seperti kakek, wajah peot seperti tak terurus, badan ringkih kurang gizi, mata ngantukan jalan tertatih-tatih, hidup segan mati “dak pati renyek”. Laa yamuutu wa laa yahyaa…, hilang mutu karena gak ada biaya…… atau gimana ya? Ngeselin juga, tapi ya cinta….

Bacaan Lainnya

Siapa Pacak Mucak?
KALAU sekedar nyalon, pasang baliho, wira-wira kesana kemari “jual diri”, pengen jadi pemimpin biar masuk bagian dari sejarah hidup pribadi, saya yakin hampir semua orang bisa untuk itu. Setidaknya pertanyaan yang harus dijawab adalah: (1) Tahukah Anda persoalan atau penyakit yang dialami oleh Kabupaten Bangka? (2) Apakah Anda adalah Sang “Dokter” ahli dibidang penyakit kronis yang dialami oleh Kabupaten Bangka? Jangan sampai penyakitnya jantung, tapi Anda yang bernafsu mengobatinya, padahal Anda adalah dokter gigi. Ini bukan sedang bermain dokter-dokteran, ini kronis dan kenyataan pahit yang sedang dihadapi.

Kabupaten Bangka, harusnya ia mampu menjadi teladan bagi Kabupaten-Kabupaten lain di Negeri Serumpun Sebalai. Kabupaten Bangka adalah kakak tertua, berpengalaman, memiliki kekayaan, kedewasaan dan lebih dari itu memiliki sejarah panjang dalam kehidupan hampir semua insan di Negeri Serumpun Sebalai ini. Tapi dalam perjalanannya, terasa begitu ringkih dan semakin tak nyaman dipandang. Tak ada keelokan Kota Sungailiat sebagai ibukota Kabupaten, tak ada kemajuan pembangunan yang menjadi ikon, pariwisata mati suri, budaya hanya serimonial belaka, UMKM apalagi, desa-desa sebagai ikon kemajuan sebuah Kabupaten seperti apa adanya. Dinas-dinas terkait tak mampu berkerja maksimal sebab honorer lebih berkuasa dari ASN plus anggaran yang selalu menipis, lampu-lampu jalan terhutang sebab tiada fulus mencukupi dan seabrek keribetan yang melanda Kabupaten Bangka saat ini. Membludaknya honorer yang harus dibayar dengan dana yang tak sedikit menambah beban pemerintah daerah Kabupaten Bangka.

Mucak Kabupaten Bangka bukanlah hal yang mudah. Maka yang dibutuhkan bukanlah sosok pemimpin yang “ramah” kepada semua orang, bukan pula pemimpin yang sibuk wira-wiri nyambangi masyarakat agar dianggap merakyat, tidak pula pemimpin bergamis panjang lantas pegang mikropon di Masjid dan Musholla, bukan pemimpin yang salamnya dan baca ayat dan hadits yang paling fasih, tidak pula pemimpin yang bermedsos ria menunjukkan keramahan dan kedekatan dengan rakyat, apalagi pemimpin yang pura-pura nyangkul, masuk gorong-gorong, mungutin sampah, megang sapu, bawa kedik, mikul kayu, manjatin pohon kelapa atau hal-hal yang penuh kepura-puraan demi sebuah pencitraan bahwa diri merakyat.

Soal merakyat, semua pemimpin pastinya berasal dari rakyat, jadi tak perlu seorang pemimpin itu menunjukkan bahwa dirinya melakukan hal yang tak penting bagi sebuah daerah hanya demi ambisi kekuasaan serta kepentingan media sosial. Pemimpin yang dibutuhkan adalah otaknya, konsepnya, kebijakannya yang merakyat, tindakan dari konsep yang nyata, networking yang kuat, singeritas yang kokoh, serta siap tidak populis dalam mengambil keputusan demi jangka panjang kemakmuran rakyat.

Membangun Dari Kampong
Seorang Kepala Daerah digaji dan difasilitasi segala kebutuhannya ketika menjabat. Tentunya sang Kepala Daerah harus melakukan kerja yang tidak mungkin dilakukan oleh orang lain. Beri sambutan, pidato sana sini, nyambangi kampung-kampung sekedar kumpul-kumpul dengan masyarakat, ngangkut sampah, pergi beri bantuan sesaat, dan hal yang remeh temeh sangat bisa dilakukan orang lain.

Kepala Daerah itu kerjanya berat, sehingga ia harus digaji dan difasilitasi negara (duit rakyat). Kalau sekedar pergi beri bantuan ke Masjid, musholla, gereja, nyambangi masyarakat buat ngumpul-ngumpul, cukuplah Kepala Dinas atau Wakil Kepala Daerah. Seorang Kepala Daerah harus kuat networking di Pemerintah Pusat bahkan ke Kedutaan. Bagaimana mendapatkan dana dari Pusat turun ke daerah, bagaimana melobi BUMN, bagaimana mencari investor, bagaimana mengangkat seni budaya daerah bisa tampil di kancah internasional sehingga perlu melobi kedutaan-kedutaan yang ada. Itulah gunanya Kepala Daerah yang benar-benar punya isi kepala.

Sebagai sebuah Kabupaten, tentu desa-desa adalah wilayah terluas dimiliki. Pastinya ikon keberhasilan pembangunan sebuah Kabupaten dilihat dari bagaimana pembangunan dan kemajuan Desa-desa diwilayahnya. Kemakmuran masyarakat desa adalah tolak ukur kemakmuran sebuah Kabupaten. Kepala Daerah Kabupaten Bangka nantinya harus bisa melihat potensi setiap desa, mengembangkannya untuk jangka panjang bukan sekedar meramaikan sesaat. Ada wilayah pesisir, apa pembangunan jangka panjang agar rakyat meraih kemakmuran, siapa investornya, bagaimana peran masyarakatnya dalam investasi itu, pun demikian dengan wilayah wilayah desa daratan.

Bantuan-bantuan pertanian seperti bibit tanaman dan bibit hewan ternak harus tepat sasaran dan ada pertanggungjawabannya. Tidak bisa hanya sekedar memberi bantuan ini itu sekedar serimonial belaka. Misal, jika ada bantuan bibit jeruk, maka Kepala Daerah harus melihat jeli, Desa mana yang punya lahan dan berpotensi, lantas bertanggungjawab atas semuanya. Jangan sampai pembagian bibit-bibit tanamana kemana-mana yang akhir tak jelas keberlanjutannya. Dari sini konsep one village one product (satu desa satu produk).

Kepala Daerah tak perlu sering-sering nyambangi Desa, hanya karena pengen ngumpul dengan masyarakat, tapi wajib sering bahkan terjadwal misal 2 minggu sekali atau sebulan selaki coffe morning dengan Kepala Desa, minta laporan kemajuan desa, produk desa, persoalan desa dan sebagai. Desa yang dianggap berhasil, maka wajib diberikan penghargaan baik kepada desa maupun Aparatur Pemerintahan Desa-nya. Sedangkan Desa yang tak berkembang, harus ada kebijakan selanjutnya. Camat harus benar-benar difungsikan, ini sosok pejabat yang harus wira-wiri keliling desa. Wakil Kepala Daerah harus mampu menekan Camat agar wilayah kepemimpinannya memiliki karakter masing-masing. Sehingga 8 Kecamatan di Kabupaten Bangka memiliki karakter pembangunan yang berbeda. Perlu sentuhan tegas dan kecerdasan serta kreativitas semua lini, terutama Kepala Daerah yang harus punya isi kepala.

Lalu…… ah, masih banyak lagi yang perlu “dipucak” di Kabupaten Bangka. Tapi siapa yang mucak? Mari kita periksa isi kepala mereka yang sudah pasang baliho bergambar kepala sebab kepengen menjadi Kepala Daerah di Kabupaten Bangka.

Salam Isi Kepala!

===
AHMADI SOFYAN, populer dengan nama Atok Kulop. Telah menulis lebih dari 80-an buku dan 1.000 artikel diberbagai media cetak maupun online. Banyak menghabiskan waktunya di Pondok Kebun tepi sungai di tengah kesunyian belantara Desa Kemuja.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *