Oleh: AHMADI SOFYAN
Penulis Buku/Pemerhati Sosial Budaya
INSYA ALLAH ini adalah tulisan saya yang terakhir tentang PLN Wilayah Bangka Belitung, sebab listrik sudah normal menyala. Saya harus menyelesaikan buku yang sedang saya garap, sebab terhambat akibat persoalan listrik. Di tulisan kali ini, saya hanya menulis tentang kelucuan dan tragedi yang terjadi akibat mati lampu selama 6 hari lalu.
Pangkalpinang,Perkaranews.com -PEMADAMAN bergilir sejak awal Ramadhan 1444 H/2023 ini, ternyata tak hanya mengalami penderitaan, emosi, cacian, tapi juga kelucuan dan yang menyedihkan adalah tradegi kebakaran yang terjadi dan memakan korban nyawa di Pulau Bangka. Melalui tulisan terakhir tentang PLN ini, saya hanya menceritakan sedikit dan sekilas tentang beberapa hal berkaitan dengan tragedi mati lampu ditengah masyarakat Pulau Bangka yang baru “beres” 1 hari lalu. Itupun hanya yang sepengatahuan saya pribadi.
Sebab persoalan listrik alias selalu mati lampu, nampaknya ratusan orang di medsos ngechat saya dan puluhan orang cuhrat melalui WhatsApp (WA). Saya pun harus menjawab, kadangkala dengan nada emosi juga menghujat PLN, namun disisi lain seringkali dengan berbentuk candaan kala saya kenal yang ngechat atau WA. “Pak, daging di freezer membusuk, gara-gara listrik dak idup-idup”. Saya pun menjawab: “Iya, jangankan daging mati, daging hidup seperti Bini saja baunya busuk kalau listrik dak idup, sebab dak mandi seharian” begitu saya jawab. Sebab, hari pertama Puasa, kami satu rumah terpaksa menunda mandi sampai sore hari sebab air di tedmon belum terisi, karena keduluan listrik mati. Bahkan ada kawan yang terpaksa harus membeli air isi ulang di galon untuk mandi. Saya membayangkan, andai kata ia mandi junub, lalu air-nya tidak ada, haruskah ia guling-guling seperti burung puyuh di halaman rumah untuk mandi (tayamum).
“Pak Ahmadi, sampai kapan listrik ini mati wooo??” kawan Tionghua WA saya. Nah, yang beginian saya rada pusing dan mengernyitkan dahi. Memangnya saya ini petugas PLN? Kok pertanyaan begini harus ke saya? tapi apa boleh buat, saya jawab: “Ayo dong kita ramai-ramai datangi kantor PLN dan tanyain tuh. Hehehehe….”. “Seperadik, apa tanggungjawab PLN terhadap kerusakan alat listrik kita?” ada juga yang curhat sebab Handphone orangtuanya yang sedang dicash meledak kala listrik byar pet. Ada juga yang curhat dari wilayah Bangka Tengah persoalan kerusakan AC di rumahnya. Biasanya saya jawab: “Soal tanggungjawab, kayaknya PLN hanya bisa bisa “jawab” tidak bisa nanggung”. “Bang, bisa gak kita bikin aksi, abang korlapnya. PLN ini makin kacau dan kite urang Bangka ini sudah terlalu sering dibulak”. Mendapat tawaran “elite” ini saya jawab: “Rasanya sudah cukup tua saya harus aksi atau demonstrasi, cukuplah saya demonstrasi pakai tulisan. Namun, kalau memungkin, bolehlah. Tapi nggak harus saya kan? Sebab yang muda masih banyak, saya cukup berada bersama saja, tidak tampil sebagai pemimpin” jawab saya sok bijak.
Masih sangat banyak lagi WA, telpon dan chat orang-orang, baik saya kenal maupun tak dikenal masuk ke handphone saya berkaitan dengan ulah PLN Wilayah Bangka Belitung. Kadangkala saya berpikir, jangan-jangan karena banyaknya curhat seperti ini, yang memancing saya makin emosi. Status tetangga saya pun bikin saya senyum karena ia mengintip saya lagi marahin GM PLN dan Humas PLN yang datang ke rumah saya: “Sabar Atok Kulop, ini bulan puasa, jangan marah-marah. Tapi…. Kalau marahin orang PLN, gas ken….!! Saya dukung!” Begitu saya baca status di medsosnya.
Jika listrik mati, saya dan beberapa tetangga harus keluar rumah, berbaring diteras rumah masing-masing dalam keadaan gelap gulita bersama keluarga masing-masing. Kalau didalam rumah selain gelap, juga panas. Ngumpul diteras juga panas, tapi buka baju digigit nyamuk. Akhirnya canda tawa pun bersama tetangga ada juga hikmahnya dibalik “kematian” listrik di Bangka, tetap ada canda tawa walau menderita. Sebab masyarakat Pulau Bangka sudah terlalu sering dan langganan derita yang diterima, berupa mati lampu setiap hendak bulan Puasa.
Eh, soal gerah dan kepanasan akibat listrik mati, tak hanya saya, “Boss” R.S. KIM, dr. Hendry Jan bercerita bahwa sempat anak dan isterinya mencari keliling rumah, sebab sang Dokter tiba-tiba menghilang dalam gelap gulita. Setelah dicari kesana kemari, ternyata dr. Hendry Jan karena kepanasan, berbaring di dilantai bawah tempat tidur. Ah, ada-ada saja Pak Dokter.
Telok Ayam & “Lato-Lato”
Sebanyak 2 kali, Rektor Universitas Muhammadiyah, Fadillah Sobri curhat melalui WA ke handphone saya berkaitan dengan telur ayam Serama yang hendak ditetaskan di mesin penetas. Beliau sempat kirim fhoto telur ayam Serama tersebut yang sedang nangkring di mesin penetas. Gaya komunikasi “Si Tukang Ngulon” dengan saya ini sejak dulu memang selalu penuh canda dan menggunakan bahasa Bangka yang di-Indonesiakan. “Kita tengong saja Minggu ini, apakah listrik benar-benar sudah normal” kata beliau. “Iyalah, jangan sampai mereka bebulak lagi, karena saya lain orangnya kalau dibulak gati igak” begitu balas saya.
“Saya samalah, gerigit ati saya kalok dibulak urang. Soalnya telok ayam Serama saya nasibnya entah bagaimana, nyesek dada saya ini….” begitu tulis sang Rektor. “Kalau telok ayam Serama Anda membusuk, ada 2 cara, pertama, jadikan ia lato-lato, kedua, bawaklah ia ke kantor PLN dan tumpaklah telok itu ke kantor PLN” jawab saya lagi dengan canda provokasi. “Atau suruh mereka mengeramnya?” jawab Fadillah Sobri. “Telok mereka yang 2 biji berbentuk lato-lato yang justru bakal menetas. Lain igak umannya kalau itu terjadi” jawab saya. Kami pun melanjutkan diskusi via WA sedikit serius persoalan listrik, namun tetap diakhiri dengan canda tawa gaya Urang Bangka. Tapi gara-gara Sang Rektor ini curhat dan pamer telur ayam Serama, saya jadi tahu bahwa beliau punya ayam Serama dan insya Allah saya minta bibitnya untuk juga diternakin di kebun. Nggak dikasih, bakalan saya doain ayamnya mati kesetrum. Nah lho….!
Tidak hanya Rektor Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung, saya yakin banyak kawan yang beternak ayam di rumahnya yang memiliki mesin penetas mengalami hal yang sama. Persoalan telok ayam dan telok-telok lainnya, menjadi bagian dari tragedi lucu yang menyakitkan pastinya. Tapi sudahlah, semua sudah terjadi dan pastinya akan ada ganti yang lebih baik lagi. Begitulah kata-kata bijak harus kembali kita gunakan agar tak selalu emosi dan tetap ada rasa syukur.
Tak hanya telur ayam, ternyata daging daging ayam membusuk para pemilik restoran (akhirnya terpaksa dibuang) pun curhat kepada saya. Lagi-lagi ada nada canda ditengah kegetiran tersebut. “Agik untong daging ayam yang membusuk, ko kira urang umah ge membusuk mun listrik mati cem ne terus menerus”. Begitulah karakter orang Bangka, ditengah tragedy dan musibah yang terjadi, tetap ada canda tawa alias ingel-ingel. Itulah pertanda orang Bangka asli. Kalau “beteco” hanya sebatas “beteco”, tidak sampai main fisik dan tetap bersahabat jika sudah saling mengerti satu sama lain.
Tragedi Kebakaran
Dari Koba Bangka Tengah, seorang wanita curhat ke saya sambil menghujat PLN bahwa rumahnya hampir kebakaran akibat konsleting listrik. Alhamdulillah dapat terkendali dan akhirnya kebakaran tak terjadi. Di Wilayah Sungailiat, byar pet listrik di wilayah Bangka Belitung, menurut beberapa pemberitaan terjadi kebakaran yang merenggut nyawa termasuk didalamnya anak kecil. Tentunya, jika ini benar, maka kita berharap ada perhatian dari pihak PLN jika benar akibat konstelting listrik atau akibat byar pet terjadi selama 6 hari kemaren.
Tragedy yang sampai merenggut nyawa manusia ini-lah yang kadangkala membuat nurani kita untuk “tidak mencari kesempatan” demi kepentingan pribadi dari peristiwa byar pet listrik itu terhalangi. Jangan sampai, tragedi justru menjadi komedi yang tidak lucu.
Kalau ikan koi seperti tetangga saya, telok ayam tidak netas dan membusuk seperti punya sang Rektor, mungkin masih bisa kita jadikan tragedi mengarah kepada komedi, tapi kalau sudah menyangkut nyawa manusia, pastinya tragedi yang tak boleh dikomedikan.
Akhirnya, dibulan Ramadhan yang penuh berkah, kita sama-sama mendoakan agar listrik di Babel dalam keadaan aman dan terkendali sehingga tidak padam lagi. Semua bisa damai dan kembali pada kegiatan masing-masing tanpa terganggu oleh pemadaman listrik, apalagi sampai terjadi tragedi memakan korban. Amiin ya robbal alamiin……..
Oya, ketika pristiwa pemadaman listrik terjadi, dimanakah suara “30 Orang Berpengaruh di Bangka Belitung” yang dibuat dan dimuat Koran cetak beberapa waktu lalu?? Boleh dong rakyat bertanya dan tolong dong gunakan pengaruhnya, biar rakyat terbantukan oleh pengaruh mereka! Eh…, “lato-lato” itu kepanjangan “lagi-lagi tolol” lho kalau tidak ada antisipasi manajemen yang dilakukan oleh PLN untuk listrik di Pulau Bangka hari ini dan dimasa yang akan datang. Selamat bekerja semoga listrik terus menyala.
Salam Listrik! (R5/RLS)