PANGKALPINANG,PERKARA.Com – Gemuruh ombak di kuala Tjerutjuk seolah menyanyikan kembali kisah lampau, sebuah perjalanan yang terukir dalam lembar-lembar Surat Ingatan Tengku Said Mahmud Zain Ibnu Almarhum Al Habib Abdurrahman Al Qodri. Catatan bersejarah ini, yang dimulai di Belitung pada 27 Sya’ban dan berakhir di pelabuhan Betawi pada 12 Ramadan 1239 H, bak mesin waktu yang membawa kita menyelami denyut nadi kehidupan di Tjerutjuk-Ilir hingga Tandjung Gunung.
Dato’ Akhmad Elvian, sejarawan dan budayawan terkemuka Bangka Belitung, membukakan tabir kisah ini. Dalam Fasal Kesepuluh surat ingatan tersebut, terungkap detail pemeriksaan rumah-rumah di Tjerutjuk. “Tatkala kita di dalam Tjerutjuk maka kita periksalah segala rumah-rumah jang ada bersama-sama dengan tempat Residen sekarang masuk dengan rumah Residennja dan rumah Panembahan Muhammad serta dengan rumah kawan-kawannja dan lagi rumah Pangeran Sjarif Aqil serta dengan rumah Tjina-tjina,” kutip Dato’ Elvian. Total, ada dua puluh rumah yang diperiksa di sana, sebuah gambaran betapa padatnya pemukiman di jantung Tjerutjuk kala itu.
Namun, perjalanan tak berhenti di sana. Ketika rombongan Tengku Said Mahmud Zain bergeser “Ilir di Kuala Tjerutjuk,” mereka naik ke darat dan bersua dengan Tuan Residen di sebuah lokasi yang baru dibangun. Tandjung Gunung. Di kuala inilah, pemeriksaan rumah kembali dilakukan. “Maka kita periksa pula segala rumah-rumah jang ada dikuala itu jang sudah kita suruh periksa dengan pengetahuan kita rumah-rumah jang tersisa itu masuk dengan rumah Radja Ishaq semuanja lima belas buah adanja,” tambah Dato’ Elvian, menguraikan total lima belas rumah yang ada di area kuala.
Yang menarik, Tengku Said Mahmud Zain tak luput mencatat kesan pribadinya terhadap lokasi baru yang dibangun Residen di Tandjung Gunung. “Adapun tempat jang baharu dibuat oleh tuan Residen dikuala Tjerutjuk di Tandjung Gunung itu maka adalah pada penglihatan kita tempat itu terlalulah bagusnja patut sekali tempat Lodji Gubernemen Nederland adanja,” tulisnya. Sebuah pujian yang menggambarkan keindahan dan potensi strategis Tandjung Gunung sebagai Lodji Gubernemen Nederland, atau pusat pemerintahan Belanda, yang ideal.
Kisah Tjerutjuk ini bukan sekadar deretan nama dan angka. Ia adalah mozaik sejarah yang menunjukkan geliat peradaban di Bangka pada masa lampau, dengan Tjerutjuk-Ilir dan Tandjung Gunung sebagai saksi bisu perkembangan sebuah kota, dari sekumpulan rumah hingga potensi menjadi pusat pemerintahan kolonial. Sebuah warisan yang patut kita kenang dan lestarikan.(Yuko)