JAKARTA,PERKARANEWS.COM – Tokoh pejuang pendiri Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Emron Pangkapi, melayangkan surat terbuka kepada Menteri Perhubungan Republik Indonesia. Dalam suratnya, Emron mengungkap dugaan praktik kecurangan berulang yang dilakukan oleh maskapai Batik Air Malaysia terhadap penumpang asal Indonesia, khususnya para Pekerja Migran Indonesia (PMI) atau TKI.
Pengalaman pahit ini disaksikan langsung oleh Emron Pangkapi pada Rabu, 2 Juli 2025, saat ia menumpang Batik Air nomor penerbangan OD 328 dari Kuala Lumpur menuju Jakarta. Ia menyoroti bagaimana lebih dari 20 koper bagasi kabin penumpang tiba-tiba dialihkan menjadi bagasi tercatat biasa.
“Saya menyaksikan wajah-wajah penumpang yang kecewa, dipaksa membayar tarif bagasi, bukan sekadar kelebihan berat bagasi,” tegas Emron.
Emron menjelaskan, Batik Air Malaysia dikenal menawarkan tiket dengan harga yang relatif lebih murah dibanding maskapai lain. Maskapai ini mengizinkan setiap penumpang membawa satu bagasi kabin berupa koper atau tas tentengan dengan berat maksimal 7 kg. Namun, celah aturan inilah yang diduga dimanfaatkan oleh Batik Air Malaysia untuk “menguras kantong” para penumpang.
Menurut Emron, praktik penimbangan bagasi kabin yang ketat hanya diterapkan pada penumpang yang “berwajah TKI” saat hendak memasuki ruang tunggu. Jika berat koper atau tas tentengan TKI melebihi 7 kg, petugas Batik Air langsung melabelinya sebagai bagasi tercatat. Mirisnya, penumpang diwajibkan membayar tarif penuh untuk satu paket bagasi, padahal mungkin hanya kelebihan 1 atau 2 kg.
“TKI tersebut misalnya hanya kelebihan 2 kg, tapi diharuskan membayar paket bagasi mencapai tarif RM 200 – RM 400,” beber Emron. Setelah pembayaran paksa, koper atau tas tersebut dipindahkan dari kabin ke bagasi biasa, sementara hak penumpang atas bagasi kabin 7 kg menjadi hangus.
Emron Pangkapi menegaskan bahwa aturan penimbangan ketat ini tidak diterapkan untuk rute penerbangan selain ke Indonesia. Ia sendiri mengaku pernah menaiki Batik Air menuju Bangkok dan Penang tanpa menemukan praktik penimbangan serupa.
“Memang sasarannya adalah para TKI yang umumnya berwajah lugu,” kritiknya tajam.
Emron membayangkan kerugian yang dialami para penumpang yang kelebihan bagasi kabin ini, yang diperkirakan mencapai puluhan orang setiap penerbangan. Hal ini, menurutnya, menjadi “santapan kecurangan” bagi Batik Air Malaysia.
Melihat praktik yang merugikan ini, Emron Pangkapi mendesak Pemerintah Republik Indonesia, khususnya Menteri Perhubungan, untuk segera menginvestigasi “kejahatan” Batik Air Malaysia.
“Saya mengharapkan Pemerintah RI c.q. Menteri Perhubungan untuk menginvestigasi kejahatan Batik Air Malaysia ini dan mencabut izin penerbangannya ke Indonesia,” tegasnya.
Ia tidak hanya melihat ini sebagai kerugian materiil bagi penumpang TKI, tetapi juga sebagai “penghinaan kolektif” terhadap bangsa Indonesia.
“Hubungan pemerintah Indonesia – Malaysia yang bagus dirusak oleh maskapai yang jahat jenayah dan bedebah ini,” pungkas Emron, menyerukan perlindungan bagi warga negara Indonesia dari praktik maskapai yang tidak bertanggung jawab.(Yuko)