Oleh : Ahmad Wahyudi
Sekretaris Aliansi Wartawan Muda Bangka Belitung
PANGKALPINANG,PERKARANEWS – Kata marwah memiliki arti antara lain adalah martabat, kehormatan, gengsi, kemuliaan dari manusia yang didapat melalui sikap dan perbuatannya sendiri.
Artinya marwah ini bukan kata orang lain dan bukan pula kata diri sendiri, karena sejatinya sebutan baik dan positif yang melekat pada diri seseorang adalah sebagai akibat dari sikap dan perbuatannya.
Marwah tidak bisa dibeli atau direkayasa, tidak pula sejalan dengan kedudukan atau kekayaan tetapi malah bisa juga berlawanan.
Ragam dan tingginya warisan leluhur pendahulu menjadi tanggung jawab dan beban yang harus tetap dipertahankan bagi penerus untuk dapat mempertahankan hasil peradaban nenek moyang, demi tegaknya kembali Marwah Kota Pangkalpinang
Menjaga marwah dengan tidak menuai kembali kontroversi saja sudah khusnul khotimah. Kalau memang percaya masih dibutuhkan bangun kembali kepercayaan publik. Pemilihan Kepala Daerah adalah sebuah momentum Pesta Demokrasi untuk memilih pemimpin lima tahun kedepan.
Jadi ada pekerjaan rumah tangga yang harus dibereskan soal komunikasi, kepemimpinan kolektif kolegial, visi bersama, integritas dalam membangun sebuah Ibukota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan sebutan Negeri Serumpun Sebalai bukanlah hal yang mudah.
Kita pernah dengar semboyan “Lebih baik mati berkalang tanah dari pada hidup menanggung malu karena harga diri diinjak-injak” Secara harfiah apa boleh dalam sebuah kontestasi sebuah Pemilihan Kepala Daerah karena adanya ego pribadi dan sekelompok orang seperti laskar “Sakit Hati” yang punya ambisi ingin kembali menguasai.
Perubahan gaya hidup masyarakat Kota Pangkalpinang sangat kontras sekali, bila dibandingkan kehidupan masa dulu hingga sampai dengan sekarang akan terlihat banyak sekali perbedaanya. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh kemajaun ilmu pengetahuan, teknologi, pembangunan dan program yang berdampak terhadap kehidupan masyarakat.
Apakah kepercayaan masyarakat terhadap pembangunan sekarang sudah mulai berkurang, sangat beda jauh ketika masa kepemimpinan dulu, saat itu masyarakat menaruh kepercayaan penuh terhadap pembangunan serta peningkatan nilai ekonomi, akan tetapi sekarang dikarenakan kurangnya rasa kepekaaan seorang pemimpin terhadap berbagai masalah sosial dan penderitaan rakyat, maka rasa percaya itu mulai “Luntur“.
Ada beberapa faktor penting kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap seorang pemimpin, salah satunya ialah gaya hidup dan kolega saat ini. Kebanyakan dari mereka lebih senang untuk eksis di dunia maya dari pada aksi nyata masyarakat. Mereka lebih mencari predikat nge-hits tidak mau kalah dengan siswa SMA maupun SMP. Bahkan tak jarang mereka ikut organisasi hanya untuk esksis saja, mengingkari sumpah jabatan yang mereka ucapan saat pelantikan.
Saat ini masyarakat menaruh kepercayaan penuh kepada seorang pemimpin terpilih untuk menjadi wakil masyarakat mengawal setiap kebijakan dan aturan pemerintah, diharapkan mampu untuk menyuarakan aspirasi masyarakat dan mampu untuk memberikan jalan keluar setiap permasalahan yang terjadi di masyarakat, terlebih mereka mampu untuk membangun daerah tempat tinggal mereka sehingga masyarakat menjadi lebih sejahtera.
Apalah pemimpin saat ini tidak terlalu signifikan dalam menyuarakan aspirasi, saran dan menerima sebuah kritik. Semacam afirmasi atas material baru, negasi dari bentuk legislasi era lama yang berinti sama namun jubahnya baru ?
Atau hanya melihat banyaknya persoalan masyarakat yang tidak selesai di sana, bahkan mengelinding bebas tanpa arah. Tidak pernah menjadi semacam prioritas, berbeda dengan janji-janji ketika kampanye, bahkan kontrak politik.
Apakah kini semua berubah ketika mereka berkuasa, budaya lama masih kokoh berdiri. Rumah rakyat telah berubah fungsinya, justru kini menjadi tempat yang tidak ramah untuk seluruh masyarakat ?
Benarkah sifat alami manusia yang akan menjadi suatu dorongan untuk memenuhi keinginan pribadinya. Selanjutnya akan mendorong manusia berpikir optimis. Sehingga menjadikan manusia menjadi human being, lalu menguatkan masyarakat madani!(Yuko)